ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
KABUPATEN ALOR PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB III

ANALISIS DATA



3.1 Cara Penelitian
3.1.1 Pengumpulan data
Pada bab analisis data ini perlu dijelaskan gambaran tentang fokus penelitian bahan atau materi penelitian, alat analisis beserta variabel-variabel yang diteliti serta cara mendapatkan data, sehingga data dari masing-masing variabel merupakan data yang dihimpun dalam rentang waktu selama lima tahun yaitu mulai dari tahun 1997/1998 – 2001. Penelitian ini dilakukan pada instansi pemerintah daerah yang berkompeten dalam pengelolaan keuangan daerah antara lain, Dinas Pendapatan Daerah, Bagian Keuangan pada Kantor Setda Kabupaten Indramayu.
Dalam mengumpulkan data untuk bahan analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Studi kepustakaan (Library Research)
Studi kepustakaan ini dilakukan dengan mempelajari buku-buku, karangan ilmiah, serta dokumen-dokumen yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini.

b. Penelitian lapangan (Field Research)
Pengamatan yang dilakukan di lapangan untuk pengumpulan data primer maupun sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara observasi dan wawancara langsung dengan para pejabat dan karyawan yang menyangkut masalah penelitian tersebut. Pengumpulan data sekunder yang dilakukan dengan mengumpulkan data dari instansi terkait dengan permasalahannya.

c. Data yang dikumpulkan meliputi realisasi penerimaan daerah dan realisasi pengeluaran rutin selama 5 tahun anggaran yaitu dari Triwulan I Tahun Anggaran 1997/1998 sampai dengan Triwulan IV Tahun Anggaran 2001.

Data yang digunakan untuk mendukung penulisan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara langsung dengan Kepala Bagian Keuangan dalam hal ini Kepala Sub Bagian Anggaran dan kepada Dinas Pendapatan Daerah. Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui dokumen-dokumen resmi serta laporan keuangan berupa data runtut waktu (time series) dalam bentuk Triwulan dari anggaran 1997/1998 sampai dengan tahun anggaran 2001, di samping data perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam periode yang sama.

3.1.2 Variabel penelitian

Variabel penelitian ini adalah realisasi penerimaan pendapatan daerah dan target yang ditetapkan serta realisasi pengeluaran rutin dan target yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Indramayu. Pendapatan Daerah yang terdiri dari penerimaan yang bersumber dari daerah sendiri seperti Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Penerimaan Bagi Hasil Pajak (BHP) dan Bagi Hasil Bukan Pajak (BHBP) menjadi kewenangan Dinas Pendapatan Kabupaten Indramayu karena :

a. kedudukan Dinas Pendapatan adalah
1. sebagai aparat yang diserahi tugas untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah;
2. sebagai koordinator pendapatan daerah;
3. perangkat pelaksana operasional pungutan pajak daerah, retribusi daerah, lain-lain pendapatan daerah;
4. pusat informasi mengenai pendapatan daerah.

b. tugas pokok Dinas Pendapatan Daerah adalah :
1. melakukan pengenaan pajak daerah sebaik-baiknya berdasarkan obyek pajak dan subyek pajak yang semestinya;
2. melakukan penetapan pajak yang sebaik-baiknya;
3. melakukan penagihan pajak.

c. fungsi Dinas Pendapatan Daerah adalah :
1. terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah berfungsi sebagai soko guru pelestarian otonomi daerah;
2. dilihat dari segi otonomi daerah merupakan sumber dana dari daerah.
Penerimaan yang bersumber dari Pemerintah Pusat seperti : Subsidi Daerah Otonom (SDO) dan Bantuan Pembangunan ditangani oleh Bagian Keuangan, di samping Iuran Wajib dan potongan-potongan melalui SPMU.

Sisi pengeluaran kewenangannya berada pada bagian keuangan yang mempunyai tugas dan peranan dalam bidang pengelolaan keuangan daerah yang meliputi :
a. pencatatan pembukuan baik yang menyangkut sisi penerimaan maupun sisi pengeluaran;
b. mengumpulkan dan menganalisis data dalam rangka menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), perubahan APBD, perhitungan APBD serta melaksanakan pembinaan administrasi keuangan;
c. melaporkan keadaan posisi kas keuangan daerah setiap saat jika diperlukan oleh Kepala Daerah.

Untuk melaksanakan tugas tersebut bagian keuangan mempunyai fungsi sebagai berikut.
a. Mempersiapkan data guna menyusun APBD, perubahan APBD dan perhitungan APBD.
b. Mengelola administrasi keuangan Kabupaten Indramayu.
c. Membina pelaksanaan penyusunan APBD, perubahan APBD, perhitungan APBD, serta pelaksanaan APBD.
d. Menguji kebenaran penagihan dan penerbitan SPMU.
e. Mengadakan pemeriksaan keuangan.
f. Merumuskan petunjuk-petunjuk pelaksanaan peraturan daerah di bidang keuangan.
g. Menyiapkan program kerja keuangan serta pengawasan.
h. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diperintahkan oleh Kepala Daerah maupun Sekretaris Daerah.


3.2 Perkembangan dan Hubungan antara Variabel yang diamati

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari Anggaran Rutin dan Anggaran Pembangunan. Anggaran Rutin dibagi dalam dua bagian yakni penerimaan/pendapatan dan pengeluaran belanja. Berhubung fokus penelitian ini hanya terbatas pada pengelolaan Pendapatan Daerah dan Pengeluaran Rutin, maka analisis selanjutnya hanya terbatas pada kedua variabel tersebut.

Dalam bagian penerimaan Daerah yang diamati adalah kontribusi Penerimaan Daerah Sendiri (PDS) dan ketergantungan kepada pemerintah pusat, sesuai tabel 3.1 sebagai berikut.

Tabel 3.1
Kontribusi Penerimaan Daerah Sendiri ( PDS ) dan
Ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat,
1997/1998 - 2001

NO TA Jml PDS Total
APBD Persentase
Kontribu- si PAD Keter-gantungan
1. 1994/1995 2.961.154.060 21.280.010.980 13,91 86,09
2. 1995/1996 3.858.458.253 23.747.457.253 16,24 83,76
3. 1996/1997 5.126.900.501 27.459.905.501 18,67 81,33
4. 1997/1998 4.407.199.197 29.607.102.197 14,88 85,12
5. 1998/1999 4.857.403.822 28.256.667.822 17,19 82,81
6. 1999/2000 7.091.961.992 46.096.836.673 15,38 84,62
Sumber : Lampiran 1 (diolah).


Berdasarkan tabel tersebut di atas dapat dilihat bahwa ketergantungan Pemerintah Daerah terhadap Pemerintah Pusat masih sangat dominan, di mana persentase kontribusi PDS terhadap APBD berkisar 13,91% sampai dengan 18,67% sedangkan persentase ketergantungan terhadap pemerintah pusat berkisar 81,33% sampai dengan 86,09%. Selain itu diamati pula rasio/perbandingan alokasi pengeluaran rutin dengan total pengeluaran daerah selama periode pengamatan dan dapat diikuti pada tabel 3.2 sebagai berikut.

Tabel 3.2
Perbandingan Alokasi Pengeluaran Rutin terhadap total APBD
No Tahun Anggaran Total APBD Pengeluaran Rutin
(Rp) (%)
1. 1994/1995 21.280.010.980 12.333.285.480 57,96
2. 1995/1996 23.747.457.253 13.040.727.428 54,91
3. 1996/1997 27.459.905.501 16.173.839.425 58,90
4. 1997/1998 29.607.102.197 18.050.257.197 60,97
5. 1998/1999 28.256.667.822 20.125.268.322 71,22
6. 1999/2000 46.096.836.673 38.954.950.345 67,15
Sumber : Lampiran 1 (diolah).


Tabel 3.2 menunjukkan bahwa alokasi dana untuk Pengeluaran Rutin tiap Tahun Anggaran selalu mengalami kenaikan terendah sebesar 54,91% pada Tahun Anggaran 1997/1998 dan tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 1998/1999 sebesar 71,22%. Demikian juga dengan perkembangan dan pertumbuhan APBD selama 5 (lima) tahun anggaran yaitu Tahun Anggaran 1994/1995 sampai dengan Tahun Anggaran 1999/2000 menunjukkan kenaikan selama 5 tahun pengamatan terendah 11,38% pada Tahun Anggaran 1994/1995 dan tertinggi 78,14% terjadi pada Tahun Anggaran 1997/1998, sesuai tabel 3.3.

Tabel 3.3
Perkembangan / Pertumbuhan APBD,
1994/1995 - 1999/2000

No Tahun Anggaran Total APBD Pertumbuhan
1. 1994/1995 21.280.010.980 -
2. 1995/1996 23.747.457.253 11,38
3. 1996/1997 27.461.085.851 15,85
4. 1997/1998 29.607.102.197 78,14
5. 1998/1999 28.267.296.706 45,25
6. 1999/2000 46.096.836.673 63,07
Sumber : Lampiran 1 (diolah).


Selanjutnya gambaran perkembangan realisasinya akan disajikan melalui kontribusi realisasi penerimaan daerah sendiri dan ketergantungan dari pemerintah pusat, perbandingan realisasi pengeluaran rutin dan realisasi APBD dan perkembangan/pertumbuhan realisasi APBD selama 6 (enam), tahun anggaran.

Kontribusi realisasi penerimaan daerah sendiri dan ketergantungan kepada pemerintah pusat dapat diikuti pada tabel 3.4 sebagai berikut.

Tabel 3.4
Kontribusi Realisasi Penerimaan Daerah Sendiri (PDS)
dan Ketergantungan pada Pemerintah Pusat,
1994/1995 - 1999/2000

No T.A Realisasi Persentase
PDS Penerimaan Daerah Kontribusi Ketergantungan
1
2
3
4
5
6 1994/1995
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
1999/2000 2.913.956.207
3.875.654.346
4.977.801.208
4.004.419.303
4.700.718.767
7.702.338.382 18.539.068.490
22.472.468.268
26.111.111.544
29.414.403.064
27.756.638.863
44.466.640.839 15,71
17,24
19,06
13,67
16,93
17,32 84,29
82,76
80,94
86,39
83,07
82,68
Sumber : Lampiran 2 (diolah).

Dari tabel 3.4 dapat dikatakan bahwa kontribusi PDS terhadap APBD selama 6 Tahun Anggaran berfluktuasi terendah tercapai pada Tahun Anggaran 1997/1998 sebesar 13,67% dan tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 1996/1997 sebesar 19,06%, sedangkan realisasi ketergantungan berkisar antara 80,94% s/d 86,39% dalam periode yang sama.

Rasio/perbandingan realisasi pengeluaran rutin dan realisasi APBD dalam periode yang sama dapat disajikan melalui tabel 3.5 seperti di bawah ini.

Tabel 3.5
Perbandingan Realisasi Pengeluaran Rutin dan Realisasi APBD,
1994/1995 - 1999/2000
No T.A Realisasi Persentase
(%)
Pengeluaran APBD Pengeluaran Rutin
1
2
3
4
5
6 1994/1995
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
1999/2000 37.078.136.980
44.944.936.536
52.222.223.088
58.116.939.078
55.513.277.494
88.154.696.089 11.416.861.925
13.128.311.768
15.085.170.461
17.874.208.196
20.752.614.785
28.998.207.064 30,79
29,20
28,88
30,75
37,38
32,89
Sumber : Lampiran 2 (diolah).


Gambaran tentang perbandingan seperti tabel 3.5 menunjukkan bahwa rasio tertinggi terjadi pada Tahun Anggaran 1998/1999 sebesar 37,38% dan terendah sebesar 28,88% pada Tahun Anggaran 1996/1997. Perkembangan/pertumbuhan realisasi APBD dari Tahun Anggaran 1994/1995 sampai dengan 1999/2000, digambarkan melalui tabel 3.6 sebagai berikut.

Tabel 3.6
Perkembangan / Pertumbuhan Realisasi APBD,
1994/1995 - 1999/2000

No T.A Realisasi Pertumbuhan
Penerimaan Daerah Pengeluaran APBD Penerimaan Daerah Pengeluaran Daerah
1
2
3
4
5
6 1994/1995
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
1999/2000 18.539.068.490
22.472.468.268
26.111.111.544
29.414.403.064
27.756.638.863
44.466.640.839 37.078.136.980
44.944.936.536
52.222.223.088
58.116.939.078
55.513.277.494
88.154.696.089 -
21,21
16,19
12,65
(05,63)
60,20 -
21,21
16,19
11,28
(04,48)
58,79
Sumber : Lampiran 2 (diolah).


Hasil analisis menggambarkan bahwa pertumbuhan realisasi penerimaan Daerah berfluktuasi terendah pada Tahun Anggaran 1998/1999 minus sebesar 5,63% dan tertinggi sebesar 60,20% pada Tahun Anggaran 1999/2000 sedangkan pertumbuhan realisasi pengeluaran Daerah juga berfluktuasi dan tertinggi 58,79% pada Tahun Anggaran 1999/2000 dan terendah minus sebesar 4,48% pada Tahun Anggaran 1998/1999.

3.3 Hasil Analisis Data dan Pembahasan

Di dalam menganalisis data yang telah dikumpulkan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan daerah maka yang menjadi titik pembahasannya adalah :

3.3.1 Efektivitas pengelolaan dilihat dari sisi penerimaan
Pada sisi penerimaan yang dianalisis adalah target dan realisasi penerimaan APBD dengan menggunakan rumus efektivitas sebagai berikut :
Realisasi penerimaan
Efektivitas = x 100%
Target


3.3.2 Efisiensi pengelolaan dilihat dari sisi pengeluaran rutin
Untuk menganalisis tingkat efisiensi pengelolaan Penerimaan Daerah dengan Belanja Rutin digunakan rumus efisiensi yaitu :
Pengeluaran rutin
Efisiensi = x 100%
Penerimaan

Dari hasil analisis dengan menggunakan kedua rumus tersebut di atas dapat diketahui masing-masing tingkat efektivitas dan efisiensi sebagaimana pada tabel berikut :

Tabel 3.7
Kinerja Pengelolaan Keuangan Kabupaten Alor,
1994/1995 – 1999/2000

No. Tahun Anggaran Kriteria
Efektivitas Efisiensi
1.
2.
3.
4.
5.
6. 1994/1995
1995/1996
1996/1997
1997/1998
1998/1999
1999/2000 87,37%
94,63%
95,08%
99,34%
98,23%
96,46% 56,48%
51,30%
56,04%
58,32%
69,53%
65,21%
Sumber : Lampiran 3 dan 4.


Dengan demikian dapat diketahui tingkat efektivitas dan efisiensi dari pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah daerah di mana tingkat efektivitas berkisar antara 87,37% sampai dengan 99,34% ini berarti cukup efektif. Demikian juga tingkat efisiensi berkisar antara 51,30% sampai dengan 69,53% berarti efisien.

3.3.3 Analisis korelasi dilihat dari keeratan hubungan
Koefisien korelasi merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain. Jika koefisien korelasi berhubungan dengan sampel yang digunakan, maka koefisien korelasi diberi simbol r yang besarnya adalah akar koefisien determinasi (r2). Berdasarkan uraian ini formula yang digunakan untuk melakukan analisis terhadap keeratan hubungan antara realisasi penerimaan daerah dengan realisasi pengeluaran rutin seperti pada bab terdahulu yakni :

r =

Namun demi menghindari kesalahan manual dalam melakukan estimasi untuk mengetahui keeratan hubungan antara kedua variabel itu sesuai data pada Lampiran 5, yang diolah dengan komputer (Program Microstat) dengan hasilnya seperti print out computer (Lampiran 6a dan 6b). Pada Matrik Korelasi (Correlation Matrix) tersebut terdapat angka 0,76511 pada kolom Y baris X. Oleh karena itu, keeratan hubungan antara variabel X dan variabel Y adalah 0,76511 atau 76,55%, sehingga antara variabel X dan variabel Y mempunyai hubungan yang searah. Artinya perubahan nilai variabel X dan perubahan nilai variabel Y searah. Jadi jika nilai variabel X naik, nilai variabel Y juga naik. Sebaliknya jika nilai variabel

X turun, maka nilai variabel Y juga akan turun. Dalam hasil analisis ini nilai koefisien korelasinya (r) positif karena 0,76511 atau 76,55% mendekati 1 (satu) sehingga hubungan antara realisasi penerimaan daerah (variabel Y) dan realisasi pengeluaran rutin (variabel X) dapat dikatakan positif.