CONTOH BAB I
KINERJA KEUANGAN BANK PERKEREDITAN RAKYAT (BPR)
BKK KUNDURAN KABUPATEN BLORA

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN ALAT ANALISIS


2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah merupakan penerimaan yang dipungut Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk kepentingan pengelolaan rumah tangga pemerintah Daerah. Berdasarkan pasal 4 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, ditegaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari :

a. Hasil pajak daerah ;
b. Hasil retribusi daerah ;
c. Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan;
d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Hasil perusahaan milik daerah yaitu berupa bagian laba dari BUMD semestinya menjadi sumber penting untuk Pendapatan Asli Daerah karena sumber penerimaan ini bisa diperoleh secara berkesinambungan sepanjang perusahaan daerah terus dapat menjalankan kegiatannya dan mampu menghasilkan keuntungan. Namun kenyataannya selama ini menunjukkan bahwa kemampuan perusahaan daerah dalam memberikan kontribusi pendapatan kepada pemerintah Daerah relatif rendah. Potensi penerimaan dari sumber ini sebenarnya cukup besar. Pengelolaan perusahaan Daerah yang belum profesional ditambah pula dengan adanya intervensi oleh pihak pemerintah Daerah umumnya menjadi penyebab rendahnya kontribusi tersebut. Perusahaan Daerah akan memberikan keuntungan secara signifikan apabila perusahaan daerah diberi kebebasan untuk menjalankan kegiatannya (Wahyudi, 2001)

2.1.2 Perusahaan Daerah
Hampir semua pemerintah daerah di dunia ini mendirikan perusahaan daerah, dengan berbagai pertimbangan ( Devas, 1989: 111) yaitu :
a. Menjalankan ideologi yang dianutnya bahwa sarana produksi milik masyarakat.
b. Melindungi konsumen dalam hal adanya monopoli alami, seperti angkutan umum atau telepon.
c. Dalam rangka pengambilalihan perusahaan asing.
d. Untuk menciptakan lapangan kerja atau mendorong pembangunan ekonomi daerah.
e. Dianggap cara yang paling “efisien” untuk menyediakan layanan publik.
f. Untuk menghasilkan penerimaan bagi pemerintah daerah.

Perusahaan daerah di Indonesia mungkin tidak terlalu berhasil seperti halnya di negara-negara lain, menurut Devas (1989: 112) mengemukakan beberapa kemungkinan penyebab perusahaan daerah kurang berhasil, yaitu :
a. Jenis layanan perusahaan itu tidak cocok untuk dikelola sebagai perusahaan.
b. Kegiatan itu sendiri memang sifatnya tidak dapat dikelola sebagai usaha niaga atau pasar setempat terlalu kecil
c. Susunan perusahaan daerah itu mungkin mengakibatkan satuan-satuan biaya makin tinggi, dibandingkan dengan biaya penyediaan layanan itu dari dalam bagian tubuh pemerintah daerah.
d. Tenaga pelaksana yang kurang cakap, mungkin karena tidak berpengalaman dibidang pelayanan tersebut dan mereka tahu pemerintah akan selalu menutup kerugian-kerugian yang diderita perusahaan yang bersangkutan.
e. Kesenjangan antara tujuan-tujuan yang harus dicapai perusahaan (misalnya antara mengejar laba atau memberikan layanan semurah-murahnya)

Salah satu tolok ukur dalam pengembangan perusahaan daerah adalah bahwa suatu perusahaan daerah harus mampu menebus seluruh biaya yang telah dikeluarkan dan bahkan memperoleh surplus, dengan demikian perusahaan daerah diharapkan menjadi sumber penerimaan daerah dan bukannya menguras penerimaan daerah.

Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 43 tahun 2000 tentang Pedoman Kerjasama Perusahaan Daerah dengan Pihak Ketiga, yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah adalah suatu badan yang modalnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendiriannya diprakarsai oleh pemerintah Daerah, sedangkan yang yang dimaksud dengan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat adalah Bank Perkreditan Rakyat milik pemerintah Daerah, yang modalnya baik seluruhnya maupun sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 44 tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat.

Tahun buku Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat (PD BPR) disamakan dengan tahun takwim dan sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 tahun 2000 tentang Pedoman Pengelolaan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat menyebutkan bahwa laba bersih PD BPR setelah dipotong pajak yang disahkan oleh Kepala Daerah atau RUPS ditetapkan sebagai berikut :

a. Bagi PD BPR yang modalnya dimiliki oleh 1 (satu) Daerah
1. Bagian laba untuk Daerah 40 %
2. Cadangan umum 20 %
3. Cadangan tujuan 20 %
4. Dana kesejahteraan 10 %
5. Jasa Produksi 10 %
b. Bagi PD BPR yang modalnya dimiliki oleh lebih dari 1 (satu) Daerah
1. Bagian laba untuk Daerah 50 %
2. Cadangan umum 15 %
3. Cadangan tujuan 15 %
4. Dana kesejahteraan 10 %
5. Jasa Produksi 10 %

Laba untuk Pemerintah Daerah tersebut agar dianggarkan dalam ayat penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun anggaran berikutnya.

Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 44 tahun 2000 di atas, Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat mempunyai tugas mengembangkan perekonomian dan menggerakkan pembangunan daerah melalui kegiatannya sebagai Bank Perkreditan Rakyat sebagai sumber Pendapatan Asli Daerah, sedangkan fungsinya adalah :
a. Terhimpunnya dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.
b. Terselenggaranya pemberian kredit dan pelaksanaan pembinaan khususnya terhadap pengusaha kecil dan menengah.
c. Terlaksananya kerjasama antara perusahaan daerah Bank Perkreditan Rakyat dengan lembaga perbankan atau keuangan lainnya.
d. Menjalankan usaha perbankan lainnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Khusus di Propinsi Jawa Tengah, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PT BPD Jateng membentuk Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan (BPR BKK) dengan besarnya saham masing-masing :
a. Pemerintah Daerah Propinsi Jateng sebesar 50 %
b. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebesar 35 %
c. PT BPD Jateng sebesar 15 %

Untuk mencukupi modal PD BPR BKK, setiap tahun anggaran pemilik wajib menyediakan dana yang bersumber dari APBD Propinsi Jawa Tengah, APBD Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan PT BPD Jateng sebagai modal disetor kepada PD BPR BKK, hal ini sesuai dengan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 30 Tahun 2000, tanggal 6 Desember 2000 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Tingkat I Jawa Tengah Nomor 4 Tahun 1995 tentang Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Kecamatan di Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Tengah. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 30 Tahun 2000 tersebut, pembagian laba tiap-tiap PD BPR BKK/BKK dihitung berdasarkan Perhitungan Rugi Laba yang telah diperiksa secara sah selanjutnya disahkan oleh Bupati/Walikota. Laba bersih (laba dikurangi pajak) dapat dibagikan setelah RUPS yang pelaksanaannya selambat-lambatnya bulan Maret pembagiannya sebagai berikut :

a. Deviden 50 %
b. Cadangan umum 12,5 %
c. Cadangan tujuan 12,5 %
d. Dana kesejahteraan 10 %
e. Jasa Produksi 10 %
f. Dana Pembinaan Umum 5 %
2.1.3 Pengertian bank

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Menurut Stuart ( Suyatno, dkk, 1999: 1) bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayaran sendiri atau dengan uang yang diperoleh dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.

Dilihat dari fungsinya, definisi bank dapat dikelompokkan menjadi tiga (Suyatno, dkk, 1999: 1-2), yaitu :

a. Bank dilihat sebagai penerima kredit. Dalam pengertian ini bank menerima uang serta dana-dana lainnya dari masyarakat dan mencerminkan bahwa bank melaksanakan operasi perkreditan secara pasif dengan menghimpun uang dari pihak ketiga.
b. Bank dilihat sebagai pemberi kredit, ini berarti bank melaksanakan operasi perkreditan secara aktif, tanpa mempermasahkan apakah kredit tersebut berasal dari deposito atau tabungan yang diterimanya atau bersumber dari penciptaan kredit yang dilakukan oleh bank itu sendiri.
c. Bank dilihat sebagai pemberi kredit bagi masyarakat melalui sumber yang berasal dari modal, simpanan/tabungan masyarakat maupun melalui penciptaan uang bank.

2.1.4 Jenis dan usaha bank
Menurut Pasal 5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang perbankan, jenisnya bank terdiri dari bank umum dan bank perkreditan rakyat.

Usaha Bank Umum meliputi :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan / atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit
c. Menerbitkan surat pengakuan uang
d. Membeli, menjual atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya.
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah;
f. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya.
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga.
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kontrak.
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek.
k. Membeli melalui pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat.
m. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil.
n. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang.

Sedangkan usaha Bank Perkreditan Rakyat adalah :
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
b. Memberi kredit
c. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi hasil.
d. Menempatkan dananya dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI) deposito berjangka, sertifikat deposito dan/atau tabungan pada bank lain.
Bank umum memiliki kegiatan usaha yang lebih luas dibandingkan dengan Bank Perkreditan Rakyat, sehingga untuk membatasi kegiatan usahanya, Bank Perkreditan Rakyat dilarang untuk melakukan usaha-usaha sebagai berikut :
a. Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas pembayaran.
b. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing.
c. Melakukan penyertaan modal.
d. Melakukan usaha perasuransian.

2.1.5 Tingkat kesehatan bank
Menurut Sutojo (1997:54-55) untuk mengevaluasi keberhasilan kegiatan bisnis bank umum, secara kuantitatif dapat dinilai dengan menggunakan enam macam tolok ukur, yaitu (a) Interest margin, (b)l Net Margin, (c) Assets utilization, (d) Return on Assets, (e) Return on equity dan (f) Earning per share. Walaupun sasaran yang ingin dicapai masing-masing bank berbeda, ada satu sasaran yang sama yang harus dicapai oleh bank manapun, yaitu mendapatkan keuntungan yang layak. Bank dapat dikatakan sehat apabila dapat menjaga keamanan dana masyarakat yang dititipkan kepada mereka, dapat berkembang dengan baik serta mampu memberikan sumbangan yang berarti terhadap perkembangan ekonomi nasional.

Supriyanto (2000: 16-19) melakukan rating terhadap 162 bank di Indonesia dengan mengacu pada neraca publikasi tahun 1998 dan 1999 sebagai bahan baku utama penilaian kinerja bank. Kriteria yang digunakan adalah likuiditas, rentabilitas, kualitas asset, efisiensi dan permodalan. Bank Metro Expres menempati rangking pertama dari hasil rating tersebut dengan predikat sangat bagus, sedangkan Bank Niaga menempati posisi terakhir dengan predikat tidak bagus.

Siswanto (1997:28-31) melakukan perbandingan performance BCA dan BNI dengan menggunakan neraca dan rugi laba publikasi 31 Desember tahun 1995 dan 1996. Perbandingan performance ini menggunakan rasio akun kas terhadap total asset, rasio likuiditas, LDR, ROA, pertumbuhan beban operasional, kualitas pinjaman. Kesimpulannya adalah dalam beberapa hal Bank BCA menggungguli Bank BNI, baik dari segi penghimpunan dana, kualitas pinjaman, maupun dari segi performance anak perusahaan. Dilain pihak, Bank BNI mampu mengungguli dalam hal pengelolaan assets and liabilities dan likuidity serta pengendalian valuta asing.

Bank Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan Bank dengan memperhatikan aspek permodalan, kualitas assets, kualitas manajemen, rentabilitas, likuiditas, solvabilitas dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha Bank sesuai Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997. Pelaksanaan penilaian tingkat kesehatan bank, pada tahap pertama dilakukan dengan cara mengkuantifikasikan semua komponen yang termasuk dalam masing-masing faktor. Berdasarkan hal itu dilakukan penilaian lebih lanjut dengan memperhatikan informasi dari aspek-aspek lain yang mempengaruhi kondisi dan perkembangan masing-masing faktor. Sementara itu kuantitatif penilaian dilakukan dengan menggunakan system kredit (reward system) yaitu dengan memberikan nilai kredit dari 0 sampai 100 bagi masing-masing faktor dan komponen

Dalam melakukan kuantifikasi terhadap masing-masing faktor dan komponen diberikan bobot sesuai dengan besarnya pengaruh kesehatan Bank, seperti terlihat dalam tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Faktor-faktor Yang Dinilai dan Bobotnya
No Faktor Yang Dinilai Komponen Bobot
1 2 3 4
1
Permodalan
Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
30 %
2 Kualitas Aktiva Produktif
a. Rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif
b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk
30 %
25 %
5 %
1 2 3 4
3 Manajemen
a. Manajemen Umum
b. Manajemen resiko 20 %
10 %
10 %
4
Rentabilitas
a. Ratio laba terhadap rata-rata volume usaha
b. Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi. 10 %
5 %
5 %
5 Likuiditas
a. Rasio alat likuid terhadap hutang lancar
Rasio kredit terhadap dana yang diterima. 10 %
5 %
5 %
Sumber : Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi BI No. 30/12/KEP/DIR

Nilai kredit penilaian kuantitatif terhadap lima faktor beserta komponennya tersebut kemudian dijumlahkan, sehingga diperoleh penilaian faktor yang dikuantifikasikan. Selanjutnya nilai kredit tersebut dapat ditambah atau dikurangi dengan sanksi yang dikenakan. Berdasarkan nilai kredit secara keseluruhan tersebut, ditetapkan 4 golongan predikat tingkat kesehatan bank, yaitu sehat, cukup sehat, kurang sehat dan sehat.:

Predikat tingkat kesehatan bank yang sehat atau cukup sehat atau kurang sehat akan diturunkan menjadi tidak sehat apabila dijumpai salah satu atau lebih dari hal-hal sebagai berikut :
a. Perselisihan intern yang diperkirakan akan menimbulkan kesulitan dalam bank yang bersangkutan.
b. Campur tangan pihak-pihak di luar bank dalam pengurusan (manajemen) bank, termasuk didalamnya kerjasama yang tidak wajar yang mengakibatkan salah satu atau beberapa kantornya berdiri sendiri.
c. Window dressing dalam pembukuan dan atau laporan bank secara material dapat berpengaruh terhadap keadaan keuangan bank, sehingga mengakibatkan penilaian keliru terhadap bank.
d. Praktek “bank dalam bank” atau melakukan usaha bank di luar pembukuan bank.
e. Kesulitan keuangan yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk memenuhi kewajibannya kepada pihak ketiga, atau
f. Praktek perbankan lain yang menyimpang yang dapat membahayakan kelangsungan usaha Bank dan / atau menurunkan kesehatan bank.

2.2 Landasan Teori
Indikator-indikator yang penting digunakan dalam mengukur kinerja bank adalah indikator permodalan yang menunjukkan kecukupan modal suatu bank dalam mendukung kegiatan operasionalnya, semakin besar modalnya maka bank tersebut semakin baik, indikator kualitas aktiva yang menunjukkan bahwa kemampuan bank dalam memutar aktiva produktifnya, dan kemampuan manajemen bank di dalam mengelola asetnya untuk menghasilkan operating income maupun non operating income serta mengantisipasi dan mengatasi resiko yang ada, indikator rentabilitas untuk mengetahui sejauh mana kemampuan suatu bank didalam menghasilkan keuntungan baik berasal dari kegiatan operasi bank maupun dari hasil – hasil non operasionalnya serta mengukur sejauh mana efisiensi bank didalam mengumpulkan sumber dananya dan indikator likuiditas untuk menjaga kekuatan bank dari serangan rush. Dalam menganalisis Permodalan sering digunakan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) (Supriyanto, 2000 : 18; Sutojo, 1997:60, Muljono, 1996 : 437; Payamta dan Machfoedz, 1999 : 59), Kualitas aktiva produktif menggunakan ratio Kualitas aktiva produktif lancar terhadap aktiva produktif (Supriyanto, 2000:18), efisiensi menggunakan rasio Net Interest Margin dan rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi (Supriyanto, 2000 :18; Payamta dan Machfoedz, 1999 : 59; Muljono, 1996:435; Sutojo, 1997 : 55), Rentabilitas menggunakan rasio Return On Assets (ROA) dan Return On Equity (ROE), (Supriyanto, 2000 :18; Payamta dan Machfoedz, 1999:59; Muljono, 1996 :433; Sutojo, 1997 : 57), dan Likuiditas menggunakan rasio Loan to Deposits ratio (LDR) ( Supriyanto, 2000 :18; Payamta dan Machfoedz, 1999: 59; Muljono, 1996 :431; Sutojo, 1997:59).

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini ditekankan pada penilaian kinerja keuangan BPR BKK Kunduran dengan menggunakan rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) atau Kewajiban Penyediaan Minimum Bank (KPMM) yaitu rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko untuk menilai permodalan, rasio aktiva produktif yang diklasifikasikan terhadap aktiva produktif dan rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk untuk menilai faktor kualitas aktiva produktif, penilaian terhadap manajemen umum dan manajemen resiko, rasio laba terhadap rata-rata volume usaha (Return On Assets) dan rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasional (BOPO) untuk menilai faktor rentabilitas, rasio alat likuid terhadap hutang lancar dan rasio kredit terhadap dana yang diterima (Loan to Deposits Ratio) yang digunakan untuk menilai faktor likuiditas serta mengukur peranan intermediasi dananya.

2.3. Hipotesis
Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian di atas maka hipotesis penelitian dinyatakan sebagai berikut :
1. Kinerja keuangan BPR BKK Kunduran tergolong kedalam predikat Sehat sesuai dengan kriteria penilaian tingkat kesehatan Bank Perkreditan Rakyat yang ditentukan oleh Bank Indonesia dengan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997.
2. Pangsa pasar BPR BKK Kunduran terhadap perbankan di Kabupaten Blora dan perbankan se Jawa Tengah dari tahun ketahun semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi untuk semua variabel yaitu aktiva, dana masyarakat yang dihimpun dan kredit yang diberikan kepada masyarakat.
3. Loan to Deposit Ratio (LDR) BPR BKK Kunduran rata-rata lebih rendah dari LDR perbankan yang ada di Kabupaten Blora dan perbankan se Propinsi Jawa Tengah. Demikian pula halnya dengan rata-rata pertumbuhan share-nya terhadap PDRB Kabupaten Blora.

2.4 Alat analisis
Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui kinerja keuangan BPR BKK Kunduran, pangsa pasar BPR BKK Kunduran dan pengaruh Loan to Deposit Ratio (LDR) serta share-nya terhadap PDRB Kabupaten Blora.

2.4.1 Evaluasi Kinerja Keuangan Bank
Dalam mengevaluasi kinerja keuangan BPR BKK Kunduran digunakan indikator penilaian yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, yaitu berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 30/12/KEP/DIR tanggal 30 April 1997 dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 30/3/UPPB tanggal 30 April 1997. Adapun faktor-faktor yang dinilai adalah permodalan, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas serta pelanggaran terhadap Batas Maksimum Pemberian Kredit, sebagai berikut :

a. Penilaian Permodalan
Penilaian terhadap faktor permodalan didasarkan pada rasio modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 26/2/BPPP tanggal 29 Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) bagi BPR. Rasio Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank (KPMM) dapat dihitung sebagai berikut :

Modal
K P M M =
Aktiva Tertimbang Menurut Resiko(ATMR)

Rasio ini menunjukkan kecukupan permodalan suatu bank di dalam mendukung kegiatan operasinya (Muljono, 1996:437)

b. Penilaian Kualitas Aktiva Produktif
Penilaian terhadap faktor Kulaitas Aktiva Produktif (KAP) didasarkan pada rasio-rasio berikut :
Rasio Aktiva Produktif yang Diklasifikasikan (APD) terhadap aktiva produktif
Rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang dibentuk (PPAP) terhadap Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif yang Wajib Dibentuk (PPAPWD) oleh bank

c. Penilaian Terhadap Faktor Manajemen
Penilaian kuantitatif terhadap faktor manajemen mencakup 2 (dua) komponen yaitu manajemen umum dan manajemen resiko dengan menggunakan pertanyaan/pernyataan sebanyak 25 terdiri atas 10 pertanyaan/pernyataan manajemen umum dan 15 pertanyaan/pernyataan manajemen resiko. Pertanyaan/pernyataan manajemen umum mencakup mengenai strategi/sasaran rencana kerja tahunan, struktur organisasi, batasan dan wewenang, sistem operasional, sistem pengawasan dan sistem pengamanan serta kepemimpinan. Pertanyaan/pernyataan manajemen resiko mencakup resiko likuiditas, resiko kredit, resiko operasional, resiko hukum dan resiko pemilikan serta pengurus.

d. Penilaian Faktor Rentabilitas
Penilaian kuantitatif terhadap faktor rentabilitas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu :
Rasio Laba sebelum Pajak dalam 12 bulan terakhir terhadap rata-rata volume usaha atau disebut Return on Assets (ROA) dan rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Laba sebelum pajak dalam 12 bulan terakhir
ROA =
Rata-rata Volume Usaha dalam 12 bulan terakhir


Biaya Oprasional dalam 12 bulan terakhir
BOPO =
Pendapatan Operasional dalam 12 bulan terakhir
Rasio ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan suatu bank di dalam menghasilkan keuntungan baik berasal dari kegiatan operasional bank yang bersangkutan maupun dari hasil nonoperasionalnya dari mengoperasikan harta bank dan rasio ini sekaligus menggambarkan efisiensi kerja bank yang bersangkutan (Sutojo, 1997 : 57)

e. Penilaian Faktor Likuiditas
Penilaian terhadap faktor likuiditas didasarkan pada 2 (dua) rasio yaitu :
Rasio Alat Likuid terhadap Hutang Lancar, dan
Rasio Kredit terhadap Dana Yang Diterima oleh Bank
Rasio likuiditas menunjukkan kemampuan suatu bank di dalam menyediakan dana kepada debiturnya dengan dana yang dimiliki oleh bank yang dapat dikumpulkan dari masyarakat ( Muljono, 1996:431).

f. Penilaian Terhadap Pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
Pelaksanaan ketentuan yang sanksinya dikaitkan dengan penilaian tingkat kesehatan bank adalah pelanggaran terhadap ketentuan BMPK. Pelanggaran BMPK dihitung berdasarkan jumlah kumulatif pelanggaran BMPK kepada debitur individual, debitur kelompok dan pihak terkait dengan bank, terhadap modal bank. Pelanggaran tersebut mengurangi nilai kredit hasil penilaian tingkat kesehatan dengan perhitungan sebagai berikut:
Untuk setiap pelanggaran BMPK, nilai kredit dikurangi 5, dan untuk setiap 1% pelanggaran BMPK nilai kredit dikurangi lagi dengan 0,05 dengan maksimum 10.

Dari nilai rasio-rasio diatas kemudian dihitung nilai kreditnya. Penentuan nilai kredit dapat dilakukan berdasarkan tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Perkreditan Rakyat

No FAKTOR YANG DINILAI
KOMPONEN
NILAI RASIO
NILAI KREDIT
Bobot
1 2 3 3 4 5
1
Permodalan
Rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut resiko
(KPMM)
Bila 8 % keatas
Bila kurang 8% sampai 7,9%
Bila kurang dari 7,9%


Nilai Kredit 81 dan setiap kenaikan rasio 0,1 % dari 8 % nilai kredit ditambah 1 sampai maksimum 100

Nilai Kredit 65

Nilai kredit dikurangi 1 untuk setiap penurunan rasio 0,1 % sampai minimum nilai kredit 0
25 %

2 Kualitas Aktiva Produktif
a.Rasio aktiva produktif yang diklasifikasi-kan terhadap aktiva produktif

Rasio 22,5 % keatas

Rasio 22,5 % kebawah

Nilai kredit 0


Setiap penurunan rasio 0,15 mulai dari 22,5% nilai kredit ditambah 1 sampai maksimum 100
30 %
25 %


1 2 3 3 4 5

b. Rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dibentuk terhadap penyisihan penghapusan aktiva produktif yang wajib dibentuk
Rasio 0 %
Nilai kredit 0, setiap kenaikan rasio 1 % dimulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100
5 %

3
Manajemen


a. Manajemen Umum

b. Manajemen resiko



-


-



Terdiri dari 25 pertanyaan dengan skala nilai untuk setiap pertanyaan:
Nilai 0 mencerminkan kondisi lemah.
Nilai 1,2 dan 3 mencerminkan kondisi antara.Nilai 4 mencer-minkan kondisi baik
20 %

10 %


10 %

4
Rentabilitas


a. Ratio laba terhadap rata-rata volume usaha




b. Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi.



Rasio 0 % atau negatif






Rasio 100 % atau lebih


Nilai kredit 0


Untuk setiap kenaikan rasio 0,015 % mulai dari 0% nilai kredit ditambah 1 maksimum 100.

Nilai kredit 0

Untuk setiap penurunan rasio 0,08 % nilai kredit ditambah 1 maksimum 100
10 %

5 %






5 %

5
Likuiditas


a.Rasio alat likuid terhadap hutang lancar


Rasio 0 %


Nilai kredit 0
Setiap kenaikan rasio 0,05% nilai kredit ditambah 1 maksimum 100
10 %

5 %




b. Rasio kredit terhadap dana yang diterima Rasio 115 % atau lebih Nilai kredit 0

Untuk setiap penurunan rasio 1 % mulai dari 115% nilai kredit ditambah 4 dengan maksimum 100 5 %
Sumber : Bank Indonesia, SK Direksi BI No. 30/12/KEP/DIR, diolah.

Atas dasar nilai kredit dari faktor-faktor yang dinilai sebagaimana tabel di atas diperoleh nilai kredit gabungan, setelah dikurangi dengan nilai kredit akibat pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) diperoleh hasil penilaian kesehatan. Penilaian tingkat kesehatan ditetapkan dalam empat golongan sebagai berikut :
a. Nilai kredit 81 sampai dengan 100 diberi predikat Sehat
b. Nilai kredit 66 sampai dengan kurang dari 81 diberi predikat Cukup Sehat
c. Nilai kredit 51 sampai dengan kurang dari 66 diberi predikat Kurang Sehat
d. Nilai 0 sampai dengan kurang dari 51 diberi predikat Tidak Sehat.

2.4.2 Pangsa Pasar (Market Share) Bank
Pangsa pasar (market share) BPR BKK Kunduran terhadap perbankan yang ada di Kabupaten Blora dan perbankan se Jawa Tengah dapat dihitung dengan menggunakan formula market share (Umar,2000:156-157) sebagai yang telah dimodifikasi, sebagai berikut :

a. Market Share Kredit (MSK)
Jumlah pinjaman yang direalisir
MSK =
Total pinjaman yang diberikan oleh bank-bank
Yang beroperasi dalam batas-batas koordinasi
Bank Indonesia setempat atau data kota setempat

b. Market Share Penghimpunan Dana (MSPD)
Total dana masyarakat yang dihimpun
MSPD =
Total dana masyarakat yang dihimpun dari bank-bank
yang beroperasi dalam batas-batas koordinasi
Bank Indonesia setempat atau data kota setempat

c. Market Share Total Aktiva (MSTA)
Total Aktiva
MSTA =
Total aktiva dari bank-bank yang beroperasi
dalam batas-batas koordinasi Bank Indonesia
setempat atau data kota setempat

2.4.3 Intermediasi Dana
Intermediasi dana BPR BKK Kunduran dapat dihitung dengan membandingkan Loan to Deposit Ratio(LDR) BPR BKK Kunduran dengan LDR perbankan yang ada di Kabupaten Blora dan perbankan se Propinsi Jawa Tengah. Adapun rasio LDR atau Banking Ratio (Muljono,1996:431) adalah sebagai berikut :

Total Kredit
L D R =
Total Dana Yang dihimpun

Selanjutnya, dilakukan analisis share (kedalaman) terhadap PDRB Kabupaten Blora. Untuk menganalisis ini digunakan modifikasi formula Partial Indeks yang dikemukan oleh Jaya dan Wanto (1998 : 43) sebagai berikut :

NVi
Si = , dimana :
PDRB
Si = share bank ke-i, adalah share BPR BKK Kunduran
NVi = nilai variabel dari bank ke-i, yaitu total aktiva, besarnya dana pihak ketiga dan besarnya kredit yang diberikan, merupakan total aktiva, besarnya dana yang dapat dihimpun dari masyarakat dan besarnya kredit yang disalurkan oleh BPR BKK Kunduran
PDRB = PDRB berdasarkan harga konstan