ANALISIS PENGARUH ATAU EFEKTIFITAS PENGALOKASIAN ANGGARAN BELANJA PEMBANGUNAN TERSEBUT TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TANGERANG

BAB III
ANALISIS DATA


3.1 Cara Penelitian
Penelitian ini merupakan analisis deskriptif yang menggambarkan keadaan yang nyata pada suatu unit kerja, dengan pendekatan analisis kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif menghitung potensi, efisiensi, efektivitas retribusi pelayanan persampahan dan analisis kecukupan, sedangkan analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman pengelolaan retribusi pelayanan persampahan yang potensial dan untuk mendukung apa yang diperoleh dari hasil perhitungan.

3.1.1. Jenis dan sumber data
Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara yang berhubungan dengan kegiatan operasional pengelolaan sampah oleh Dinas Kebersihan, dan data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada semua seksi yang terlibat dalam operasional untuk menganalisis SWOT. Data primer juga digunakan sebagai pendukung maupun penjelas dari data sekunder yang telah ada. Data sekunder yaitu pengumpulan data melalui teknik dokumenter dan studi pustaka. Dokumen yang digunakan untuk mendapatkan data yang diperoleh dari Dinas Kebersihan, BPS, Dinas Pasar, dan Badan Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKD).

3.1.2. Variabel penelitian
Variabel dan data yang digunakan dalam penelitian ini agar dapat menjawab masalah dan tujuan penelitian adalah sebagai berikut .

1. Efisiensi pengelolaan retribusi kebersihan adalah perbandingan antara realisasi penerimaan retribusi kebersihan pada tahun tertentu dengan jumlah biaya pemungutan tahun tertentu, oleh karena itu diperlukan data realisasi penerimaan retribusi kebersihan dan biaya pemungutan dari tahun 1997-2000. Dengan demikian data yang digunakan adalah alokasi biaya pemungutan retribusi yang terdiri dari alokasi biaya pegawai kolektor, alokasi biaya pegawai administrasi/pembukuan, alokasi biaya operasional (kendaraan)

2. Efektivitas pengelolaan retribusi kebersihan adalah perbandingan antara realisasi penerimaan retribusi kebersihan pada tahun tertentu dengan potensi dan target penerimaan retribusi kebersihan pada tahun tertentu. Dengan demikian data yang digunakan yaitu data target tahun 1997-2000, data potensi penerimaan retribusi pada tahun 2000, dan realisasi penerimaan retribusi kebersihan pada tahun 1997-2000.

3. Potensi retribusi pelayanan persampahan yaitu hasil perhitungan dari seluruh obyek pelayanan persampahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 1998 .

4. Analisis kecukupan yaitu untuk mengukur kecukupan biaya pengelolaan persampahan agar pelayanan persampahan menjadi optimal dengan demikian data yang digunakan yaitu perkiraan timbulan sampah masing-masing obyek sampah berdasarkan penelitian Departemen PU Cipta Karya Tahun 1998 tentang Standar Laju Generasi Sampah Kota Sedang Tahun 1999 – 2004, dengan perincian pada tabel 3.1 di bawah ini :

Tabel 3.1 Standar Laju Generasi Sampah Kota Sedang
Tahun 1999 – Tahun 2004

No. Sumber sampah Laju generasi sampah
1. Sampah pemukiman 3 - 3,6 liter/org/hari
2. Sampah Daerah Komersil 2,5 – 3 liter/org/hari atau 0,5 m3/hari
3. Sampah jalan 0,27 – 0,31 liter/m/hari
4. Sampah Daerah Perkantoran 0,65– 0,75 liter/org/hari
5. Sampah Industri 1,0 – 5 liter/org/hari atau 1 – 3 m3/hari
6. Samapah Pasar 0,8 – 0,9 liter/m2/hari
Sumber : Dep. PU Cipta Karya, Standarisasi Pengelolaan Persampahan Kota,
1998.

Data yang digunakan untuk struktur pembiayaan investasi dan biaya operasional dan pemeliharaan berdasarkan Surat Keputusan Bupati Kabupaten Tangerang No. 027/Kep.036 – Susprog/2000 tentang Plafon Harga satuan per unit Proyek Pembangunan, dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 06 Tahun 1997 tentang Standar UMR.

5. Analisis SWOT melakukan pembobotan pada masing-masing variabel, yaitu aspek yang mendukung aktivitas pengelolaan persampahan /kebersihan. Dengan demikian data dan informasi yang digunakan adalah :
1. situasi peluang yang menguntungkan dan situasi yang tidak menguntungkan dalam lingkungan Dinas Kebersihan;
2. sumber daya, keterampilan atau keunggulan lain yang merupakan kekuatan pada Dinas Kebersihan dalam melaksanakan pengelolaan persampahan;
3. keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan dan kapabilitas yang secara serius menghambat kinerja efektifitas Dinas Kebersihan.

3.2 Hasil Analisis Data dan Pembahasan

3.2.1 Analisis potensi retribusi pelayanan persampahan
Untuk menentukan besarnya potensi retribusi pelayanan persampahan maka perlu diketahui terlebih dahulu potensi obyek pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang berdasarkan Peraturan Daerah No. 5 Tahun 1998 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/ Kebersihan, dapat dilihat dalam tabel 3.2 berikut ini :

Tabel 3.2 Potensi Obyek Pelayanan Persampahan Tahun 2000
Wilayah

Obyek Balaraja Ciputat Serpong Curug Teluknaga Mauk Total
Industri 81 28 10 414 2 115 650
Hotel/Bioskop 1 24 3 11 0 0 39
Restoran/Toko/ 122 1091 587 346 116 225 2487
Usaha lain
Ruko jl.protokol 390 1024 270 250 155 120 2209
Ruko diluar protokol 0 578 291 0 0 0 869
Komplek perumahan 2899 54141 12403 5808 1715 8964 85930
Perumahan teratur 2492 957 190 416 2401 687 7143
Warung nasi 15 49 20 28 16 40 168
Kios/los/Pk-5 1831 1634 649 2098 561 814 7587
Total 7831 59526 14423 9371 4966 10965 107082
Sumber :
1. BPS, Tangerang dalam angka,2000
2. Dinas Pasar, Laporan bulan Maret,2001
3. Dinas Kebersihan, Program Dinas Kebersihan,2001

Dari uraian tabel 3.2 di atas nampak bahwa potensi obyek pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang cukup besar mencapai 107.082 obyek pelayanan sehingga memungkinkan dalam peningkatan retribusi pelayanan persampahan. Dari data tersebut maka dapat dihitung besarnya penerimaan Retribusi Kebersihan, dan hasil perhitungannya dapat disajikan pada tabel 3.3. di bawah ini :

Tabel 3.3 Potensi Penerimaan Retribusi Pelayanan Persampahan
Tahun 2000

Obyek Potensi Tarip
Per bulan Potensi retribusi
Per bulan Per tahun
Industri 650 15000 9.750.000 117.000.000
Hotel/Bioskop 39 10000 390.000 4.680.000
Restoran/Kantor/toko 2.487 7500 18.652.500 223.830.000
Ruko jl.protokol 2.209 5000 11.045.000 132.540.000
Ruko diluar protokol 869 4000 3.476.000 41.712.000
Komplek perumahan 85.930 3000 257.790.000 3.093.480
Perumahan teratur 7143 2000 14.286.000 171.432.000
Warung nasi 168 2500 420.000 5.040.000
Kios/Los/PK-5 7587 200 1.517.400 18.208.800
Total 107.082 317.326.900 3.807.922.800
Sumber : Lihat tabel 3.2 (diolah)

Berdasarkan persamaan (2.1) di atas maka besarnya potensi penerimaan Rp3.807.922.800,- dibandingkan dengan realisasi Retribusi Pelayanan Persampahan sebesar Rp202.823.000 pada tahun 2000 perbedaannya masih jauh. Hal ini kemungkinan Dinas Kebersihan belum melihat potensi yang ada atau telah melihat akan tetapi sarana dan prasarana belum mampu untuk melayani kebutuhan masyarakat secara keseluruhan. Akibat lain dari perbedaan yang sangat besar antara realisasi dengan potensi antara lain: wajib pungut belum bersedia membayar atau tidak membayar karena tidak mendapatkan pelayanan atau bahkan karena tidak ditagih, dan oleh adanya free rider yang menikmati manfaat tanpa menyumbang . Kelompok belum membayar masih bisa diharapkan karena kemungkinan belum ditagih, menunggak atau belum mendapatkan pelayanan harapan ini artinya masih dapat diupayakan oleh Dinas Kebersihan dengan berbagai cara pendekatan dan peningkatan pelayanan. Retribusi merupakan aspek pembiayaan yang cukup penting karena merupakan sumber daya yang menggerakan sistem pengelolaan sampah, maka retribusi hendaknya dipersiapkan dengan cara seksama dan mempunyai landasan yang kuat, agar masyarakat dapat menerima kenyataan bahwa untuk mendapatkan hidup yang sehat dan lingkungan yang bersih dibutuhkan biaya . Apabila masyarakat sudah sadar akan kewajibannya maka diharapkan adanya peningkatan penerimaan bagi keuangan daerah Kabupaten Tangerang.

3.2.2 Analisis tingkat efisiensi penerimaan retribusi pelayanan persampahan tahun 1997-2000
Tingkat efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan persampahan dihitung dengan cara membandingkan total biaya pemungutan retribusi pelayanan persampahan pada tahun tertentu dengan total realisasi penerimaan retribusi pelayanan persampahan pada tahun tertentu. Hasil perbandingannya tersebut disajikan dalam tabel 3.4 di bawah ini :


Tabel 3.4 Tingkat Efisiensi Pemungutan Retribusi Pelayananan Persampahan Kabupaten Tangerang Tahun 1997-2000

Tahun Realisasi penerimaan Biaya Pemungutan Tingkat Efesiensi
1997/1998 208.478.500 15.533.000 7,45 %
1998/1999 147.395.000 30.504.000 20,7%
1999/2000 227.786.000 42.877.000 18,82%
2000 202.823.000 42.046.000 20,73%
Sumber : Lihat tabel 1.1(diolah)

Berdasarkan persamaan (2.2) pada Bab II, efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan persampahan menerangkan tentang tingkat efisiensi dari segi biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan retribusi pelayanan persampahan . Semakin besar biaya yang dikeluarkan untuk pemungutan retribusi pelayanan persampahan apabila tidak diikuti dengan tambahan penerimaan retribusi yang lebih besar dan tambahan biaya yang dikeluarkan, merupakan petunjuk bahwa efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan persampahan adalah rendah. Dengan mengacu pendapat Devas(1989:144) sebagai pembanding maka tingkat efisiensi yang berkisar 100% - 0%, dengan prinsip meminimumkan biaya maka apabila tingkat efisiensi mendekati 0 % tingkat efisiensi pemungutan retribusi pelayanan persampahan dapat dikatakan tinggi, dan sebaliknya apabila tingkat efisiensi mendekati 100% tingkat efisiensi pemungutan retribusi pelayanan persampahan dapat dikatakan rendah.

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 3.4 terlihat bahwa pada tahun anggaran 1997/1998 tingkat efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan persampahan adalah sebesar 0,0745. Tingkat efisiensi ini mengandung arti bahwa jumlah biaya yang dikeluarkan adalah sebesar 7,45 % dari hasil berupa penerimaan retribusi pelayanan persampahan pada tahun tersebut. Jika dibandingkan antara penerimaan retribusi dengan biaya yang dikeluarkan adalah sebesar 10 banding 1, mengingat bahwa besarnya tingkat efisiensi tersebut mendekati 0 % maka dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi pemungutan retribusi pelayanan persampahan tinggi. Pada tahun 1998/1999-2000 tingkat efisiensi pemungutan retribusi pelayanan persampahan mengalami kenaikan. Bila dilihat dari keseluruhan selama 4 (empat ) tahun tingkat efisiensi pengelolaan retribusi pelayan persampahan di Kabupaten Tangerang dapat dikatakan cukup tinggi .

3.2.3 Analisis tingkat efektivitas pengelolaan retribusi pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang

Tingkat efektivitas pengelolaan retribusi pelayanan persampahan dihitung dengan cara membandingkan realisasi penerimaan retribusi pelayanan persampahan pada tahun tertentu dengan potensi penerimaan retribusi pelayanan persampahan pada tahun tetentu. Dalam perhitungan tingkat efektivitas akan dilakukan beberapa tahapan yaitu: rasio perbandingan antara realisasi penerimaan dengan target penerimaan yang ditetapkan oleh Pemda Kabupaten Tangerang selama 4 tahun terakhir, dan rasio perbandingan antara realisasi penerimaan dengan potensi penerimaan pada tahun 2000. Hasil perbandingan tersebut dapat disajikan dalam perhitungan tabel 3.5 berikut ini :


Tabel 3.5 Tingkat Efektivitas Retribusi Pelayanan Persampahan
Di Kabupaten Tangerang Tahun 1997 – 2000

Tahun Realisasi
(000,-) Pehitungan Pemda Potensi
(000,-) Tingkat Efektifitas (%)
Target
(000,-) Tingkat Efektifitas (%)
1997/1998 208.395 550.000 37,9 _ _
1998/1999 147.395 130.000 113 _ _
1999/2000 227.786 250.000 91 _ _
2000 202.823 250.000 81 3.792.712,8 5
Sumber : Lihat tabel 1.1 dan tabel 3.2 (diolah)

Berdasarkan persamaan 2.3 dan persamaan 2.4, maka hasil perhitungan tingkat efektivitas dapat diketahui bahwa tingkat efektivitas retribusi pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang berdasarkan potensi penerimaan masih sangat rendah yaitu sebesar 5 %. Namun apabila dilihat dari perhitungan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang pada tahun 2000 tingkat efektivitas cukup tinggi sebesar 81 %, hal ini terjadi karena target yang ditetapkan tidak didasarkan pada potensi.

3.2.4 Analisis kecukupan
Analisis kecukupan lebih berorientasi pada kecukupan biaya pelayanan untuk mengoptimalkan pengelolaan persampahan berdasarkan obyek pelayanan. Untuk memperoleh sasaran tersebut, pengembangan-pengembangan yang perlu dijadikan program oleh Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang adalah pembiyaan, operasional, pengangkutan, dan struktur pembiayaan. Dalam pembiayaan sesuai dengan potensi penarikan retribusi terhadap masyarakat yang dilayani, telah disajikan pada tabel 3.3 sebelumnya.

3.2.4.1 Volume sampah. Berdasarkan persamaan (2.5) maka dapat diketahui jumlah volume sampah setiap obyek pelayanan persampahan seperti perhitungan di bawah ini :
Tabel 3.6 Perhitungan Volume Sampah Berdasarkan Potensi Pelayanan di Kabupaten Tangerang Tahun 2000

No. Obyek pelayanan Potensi Jumlah sampah (m3/hari)
1 Komplek perumahan 85.930 1.288,95
2 Perumahan jl.protokol 7.143 107,145
3 Pasar 121.541 m2 109,39
4 Sarana komersil 3.524 307,1
5 Ruko jl.protokol 2.209 33,14
6 Industri 650 1.950
7 Jalur Jalan 215.052 m 66,67
Total 3.862,395
Sumber :Lihat tabel 3.1 dan tabel 3.2 (diolah)

Dari hasil perhitungan di atas maka pada tahun 2000, Dinas Kebersihan harus menangani timbulan sampah per hari sebanyak 3.862,395 m3/hari.

3.2.4.2 Pelaksanaan operasional memerlukan suatu kegiatan pewadahan dan pengumpulan yaitu pemukiman teratur dan kompleks pertokoan disediakan oleh masing-masing pemilik (pengembangan kawasan) dan jalan Protokol disediakan oleh pemerintah. Sistem pengumpulan sampah perumahan menggunakan gerobak dengan cara dikumpulkan dari rumah ke rumah. Volume wadah sampah perumahan 1 KK = 5 x 3 lt/orang/hari = 15 liter/hari.

1. Perhitungan ritasi gerobak
a.volume gerobak = 1000 liter
b.timbulan sampah 1 KK = 15 liter
c.1 Gerobak dapat melayani = = 66 KK
d. waktu muat sampah per KK = 1 menit
e. waktu yang diperlukan = 66 x 1 = 66 menit
f. waktu bongkar muat di TPS = 10 menit
g. waktu angkut ke TPS (pp) = 20 menit
Total poin d s/d g = 97 menit
= 1 jam 37 menit
h. jam operasi 1 hari = 8 jam
i. ritasi gerobak 1 hari = = 4 – 5 rit
Dari hasil perhitungan di atas maka dapat disimpulkan bahwa :
1) 1 gerobak dapat melayani maksimal 5 x 66 = 330 KK/hari
2) ritasi gerobak 5 rit
3) jam operasi 8 jam
2. Kebutuhan TPS

a.Volume TPS = 25 m3
b.1 TPS dapat menampung sampah = 1.666,7 KK/hari
Dengan asumsi 1 KK menghasilkan sampah sebanyak 15lt/hari. Penempatan TPS ditunjukan guna menampung sampah yang berasal dari daerah perumahan, pasar dan komplek pertokoan.
Untuk mengetahui jumlah gerobak dan TPS yang dibutuhkan adalah seperti perhitungan berikut dan disajikan pada tabel 3.7 berikut ini:

Tabel 3.7 Kebutuhan Jumlah Gerobak Sampah dan TPS
di Kabupaten Tangerang Tahun 2000.

No. Obyek sampah Potensi pelayanan Jumlah sampah (m3/hari) Jumlah
Gerobak (unit) Jumlah TPS
1 Komplek Perumahan 85.930 1.288,95 260 51
2 Perumahan jl.Protokol 7.143 107,145 21 4
3 Pasar 121.541 m2 109,39 0 5
4 Sarana komersil 3.524 307,1 0 12
5 Ruko jl.protokol 2.209 33,14 0 1
6 Industri 650 1.950 0 78
7 Jalur jalan 215.052 m 66,67 0 2
Total 3.862,395 281 153
Sumber : Lihat tabel 3.6 (diolah).
Keterangan :
Untuk pemukiman 1 KK = 5 orang
Untuk Ruko, Kantor, Toko = 5 orang/unit

Berdasarkan persamaan (2.6) – (2.7) yang disajikan pada tabel 3.7 di atas , maka untuk dapat menampung sementara sampah yang ada dibutuhkan 281 gerobak dan 153 TPS.

3.2.4.3 Kegiatan pengangkutan yaitu kegiatan pengangkutan sampah diangkut ke TPA dengan menggunakan truk, berasal dari :
1. sampah industri;
2. TPS dari sampah perumahan;
3. transfer depo dari sampah perumahan;
4. sampah jalur jalan;
5. sampah pasar, perdagangan dan jasa.

Kebutuhan jumlah truk untuk mengangkutan sampah sebanyak 3.862,39 m3/hari tahun 2000 dengan asumsi perhitungan sebagai berikut .
1. kapasitas truk = 6 m3
2. jumlah truk = 643 unit
3. jarak sumber sampah ke TPA = ± 30 km
4. kecepatan truk rata-rata = 40 km/jam
5. waktu tempuh truk = 45 menit
6. waktu bongkar muat = ± 60 menit
total waktu dalam 1 rit = 2 jam 30 menit
jam operasi 1 hari = 8 jam = 3 rit
7. frekuensi pengangkutan 1 truk 643/3 = 214 unit

Selanjutnya pada tabel 3.8 di bawah ini berdasarkan hasil perhitungan di atas dapat dilihat kebutuhan truk sebagai berikut :

Tabel 3.8 Kebutuhan Jumlah Truk Sampah di Kabupaten Tangerang Tahun 2000.
No. Obyek sampah Jumlah sampah (m3/hari) Dump truk (unit)
1. Komplek perumahan
1.288,95
72
2. Perumahan jl.protokol
107,145
6
3. Pasar 109,39 7
4. Sarana komersil 307,1 17
5. Ruko jl.protokol 33,14 1
6. Industri 1.950 108
7. Jalur jalan 66,67 3
Total 3.862,395 214
Sumber : Lihat tabel 3.6 (diolah)
Keterangan :
Jam operasi 1 hari = 8 jam atau 3 rit
Volume Dump truk @ 6 m3

Berdasarkan persamaan (2.8) pada tabel 3.8 di atas maka kebutuhan kendaraan untuk pelayanan persampahan tahun 2000 sebanyak 214 unit diharapkan akan mampu mengangkut timbulan sampah sebanyak 3.862,395 m3/hari.

3.2.4.4 Struktur pembiayaan merupakan suatu kegiatan untuk membiayai pengelolaan persampahan dalam upaya mengoptimalkan pelayanan persampahan, terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional dan pemeliharaan. Perhitungan biaya investasi tanpa mengalokasikan biaya penyimpanan barang (gudang) dan tanpa biaya untuk alternatif sewa barang. Biaya investasi setiap periode ada penyusutan, yaitu berkurang nilainya karena adanya pemakaian seperti gerobak life time : 3 tahun dan kendaraan truk (dump truk, armroll) life time : 5 tahun. Adapun perhitungan biaya penyusutan seperti uraian berikut ini:

1. Harga satuan Dump truk tahun 2000 = Rp 142.285.000/unit
Setelah dipakai selama 5 tahun tidak dapat dioperasikan, maka biaya penyusutan setiap tahun adalah :
2. Harga satuan Armroll tahun 2000 = Rp 174.460.000
Setelah dipakai selama 5 tahun tidak dapat dioperasikan, maka biaya penyusutan setiap tahun adalah :
3. Harga satuan gerobak tahun 2000 = Rp 1.000.000 / unit
Setelah dipakai selama 3 tahun tidak dapat dipergunakan, maka biaya penyusutan setiap tahun :

Biaya penyusutan di atas menjadi biaya operasional dan pemeliharaan . Perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan dalam setahun terdiri dari :
1. biaya penyusutan kendaraan;
2. upah petugas pengemudi Rp.250.000/org/bulan Rp. 3.000.000
3. upah kernet Rp.172.500.000/org/bulan Rp. 2.070.000
4. upah petugas retribusi Rp.200.000/org/bulan Rp. 2.400.000
5. upah petugas TPA Rp.200.000/org/bulan Rp. 2.400.000
6. pembelian alat-alat penunjang Rp.75.000/bulan Rp. 900.000
7. biaya administrasi Rp.300.000/bulan Rp. 3.600.000
8. pemakaian BBM 1 truk/bulan 780 liter Rp. 5.148.000
9. pemeliharaan kendaraan Rp.100.000.bulan Rp. 1.200.000

Untuk lebih jelasnya rencana anggaran biaya investasi pengelolaan sampah Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang, disajikan pada tabel 3.9 di bawah ini :
Tabel 3.9 Perkiraan Biaya Investasi Pengelolaan Sampah
Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang Tahun 2000.

No. Sarana Kapasitas m3 Eksisting Jumlah (unit) Harga satuan (Rp./unit) Total biaya
1. TPS 25 153 2.300.000 315.900.000
2. Gerobak 1 281 1.000.000 281.000.000
3. Dump truck 6 214 142.285.000 30.448.999.000
4. Armroll 0 6 174.480.000 1.046.880.000
5. Buldozer 0 2 935.000.000 1.870.000.000
Total 33.998.779.000
Sumber : Lihat tabel 3.7 dan hal.38 nomor 1 s/d 3 (diolah)

Berdasarkan persamaan (2.9) maka biaya investasi pada tabel 3.9 di atas pemerintah daerah harus menyediakan alokasi anggaran investasi yang cukup besar sebesar Rp33,9 M agar sampah yang ada dapat terangkut, namun mengingat kemampuan keuangan daerah masih kurang dapat memanfaatkan inventarisasi kendaraan operasional sampah Dinas Kebersihan yang masih dapat digunakan sehinga biaya investasi dapat dikurangi, dan perhitungannya dapat dilihat pada tabel 3.10 di bawah ini :

Tabel 3.10 Alternatif Kebutuhan Biaya Investasi Pengelolaan Sampah
Dinas Kebersihan Kab.Tangerang Tahun 2000

No. Sarana Jumlah
Sarana (unit) Jumlah sarana yg ada (unit) Kebutuhan sarana (unit) Harga satuan (Rp./unit) Total biaya
1. Dump truk 214 42 52 142.285.000 24.473.020.000
2. Armroll 6 4 2 174.480.000 348.960.000
3. Buldozer 2 2 0 935.000.000 0
4. Gerobak 281 80 201 1.000.000 201.000.000
5 TPS 153 33 120 2.300.000 282.900.000
Total 25.225.880.000
Sumber: Lihat tabel 3.9 (diolah)

Melihat hasil perhitungan di atas setelah adanya pengurangan biaya investasi dengan memanfaatkan inventarisasi kendaraan yang dimiliki Dinas Kebersihan maka pemerintah daerah dapat mengurangi anggaran alokasi biaya investasi pengelolaan sampah sebesar 25,8 % atau hanya memerlukan anggaran sebesar Rp25,2 Milyar, dari anggaran tersebut diharapkan pengelolaan dan pelayanan persampahan tahun 2000 dan tahun yang akan datang menjadi optimal, walaupun memerlukan anggaran yang cukup besar.

Selanjutkan dapat dihitung perkiraan biaya operasional dan pemeliharaan pengelolaan sampah Dinas Kebersihan tahun 2000 yang disajikan pada tabel 3.11 berikut ini :

Tabel 3.11 Perkiraan Biaya Operasional dan Pemeliharaan
Pengelolaan Sampah Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang
Tahun 2000

No. Uraian Volume/
Satuan Harga satuan (Rp./unit) Jumlah unit Total Biaya
1. Biaya penyusutan:
- Dump truk
- Armroll
- Buldozer
- Gerobal
Unit/tahun
Unit/tahun
Unit/tahun
Unit/tahun
28.457.000
43.892.000
113.571.429
300.000
172
2
0
201
4.894.604.000
69.784.000
0
60.300.000
Total 5.024.688.000
1. Upah pengemudi 1 org/th 3.000.000 214 642.000.000
2. Upah kernet 1 org/th 2.070.000 428 885.960.000
3. Upah kolektor 1 org/th 2.400.000 32 76.800.000
4. Petugas TPA 1 org/th 2.400.000 4 9.600.000
5. Perawatan gerobak 1 org/th 120.000 281 33.720.000
6. Perawatan truk 1 org/th 1.200.000 221 979.000.000
7. Peralatan penunjang (sapu) 1 th 1.200.000 6 7.200.000
8. Biaya Adm. 1 th 3.600.000 6 21.600.000
9. BBM 1 unit/th 5.148.000 214 1.101.672.000
Total Biaya O&P 3.757.552.000
Total Biaya 8.782.240.000
Sumber : Lihat tabel 3.10 dan hal.39 nomor 1 s/d 9 (diolah)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa Biaya penyusutan sebesar Rp5,024 Milyar dan biaya operasional sebesar Rp3,7 Milyar, sehingga total biaya operasional dan pemeliharaan yang harus dialokasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Tangerang sebesar Rp8,7 Milyar. Walaupun biaya operasional dan pemeliharaan cukup besar, namun pemerintah daerah masih dapat melakukan pengelolaan sampah karena biaya yang harus dikeluarkan setiap tahunnya sebesar Rp3,7 Milyar.

Setelah melakukan perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan maka dapat diketahui perkiraan pendapatan bersih setelah dikurangi dengan target penerimaan retribusi pelayanan persampahan yang telah disajikan pada tabel 3.3, untuk lebih jelasnya dapat disajikan pada tabel 3.12 di bawah ini :

Tabel 3.12 Perkiraan Pendapatan Pengelolaan Sampah
Di Kabupaten Tangerang Tahun 2000

Nomor Uraian Total pendapatan
( Rp.)
1 Penerimaan retribusi 3.807.922.800
2 Biaya O & P 8.782.240.000
Netto (4.974.317.200)
Sumber : Lihat tabel 3.3 dan tabel 3.11 (diolah)

Dari hasil perhitungan di atas bahwa pendapatan bersih Pelayanan persampahan Kabupaten Tangerang mengalami kekurangan sebesar Rp4,9 Milyar, walaupun pemerintah daerah tidak memperoleh keuntungan secara materi namun memperoleh keuntungan dari upaya menciptakan lingkungan yang bersih .

3.2.5 Analisis SWOT
Komitmen pimpinan daerah mengenai pengelolaan persampahan (politikal will) menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pemungutan , kebijakan dalam pengelolaan akan sangat berpengaruh pada hasil penerimaan. Strategi yang ditetapkan merupakan program bersama sehingga masyarakat akan sangat diikutsertakan dan dukungannya akan sangat membantu, dengan memberdayakan masyarakat merupakan sinergi yang sangat bermanfaat. Petugas pengelola sebagai sumber daya manusia terutama harus berkualitas dan kuantitas yang memadai, sedangkan kerja keras harus disertai oleh sarana dan prasarana yang memadai.

Indentifikasi kegiatan yang dianalisis merupakan pengelolaan pelayanan persampahan dalam upaya mengoptimalkan pemungutan retribusi pelayanan persampahan. Indentifikasi tersebut hasil dari keterangan informan dan pengisian kuesioner oleh pihak Dinas Kebersihan sebagai unit pelaksana . SWOT dianalisis dengan menggunakan dua pendekatan yaitu SWOT tanpa pembobotan (keadaan awal) dan SWOT yang telah diberikan bobot berdasarkan persentase responden yang memberikan persetujuan.

Kekuatan
1. Political will yang tinggi.
2. Akses peningkatan pembiyaan.
3. Kuantitas sumber daya manusia yang banyak.
4. Proses kerja yang sistematis (pola pendistribusian beban kerja).
5. Kewenangan dalam pemilihan dan perumusan kebijakan pengelolaan persampahan.

Kelemahan
1. Kualitas sumber daya manusia relatif rendah.
2. Sistem akuntasi.
3. Kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana masih kurang dan bayak yang rusak.
4. Tenaga ahli dalam manajemen pengelolaan persampahan masih kurang.
5. Upah petugas lapangan yang kecil.

Peluang
1. Perkembangan sektor swasta dalam jasa pelayanan persampahan.
2. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
3. Kesadaran masyarakat yang tinggi.
4. Potensi obyek pelayanan persampahan.
5. Kerjasama dengan LKMD dalam sistem pembayaran retribusi.

Ancaman
1. Volume sampah.
2. Meningkatnya tuntutan masyarakat.
3. Kemampuan mengangkut timbulan sampah.
4. Penyesuaian teknologi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemungutan retribusi pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang baik internal maupun eksternal kemudian diberikan skor sehingga dihasilkan SWOT kuantitatif sebagai berikut :


Diagram 3.1 SWOT Keadaan Awal Pengelolaan Persampahan
SWOT dalam keadaan awal sebelum pembobotan diperoleh hasil skor yang menunjukkan situasi pada kuadran I. Kuadran ini menunjukkan situasi di mana Dinas Kebersihan mempunyai peluang dan kekuatan.

Diagram 3.2 SWOT Pengelolaan Persampahan Setelah Dibobot
Setelah dilakukan pembobotan diperoleh hasil skor yang menunjukkan situasi pada kuadran I. Skor yang diperoleh sebelum dan sesudah pembobotan Dinas Kebersihan Kabupaten Tangerang mempunyai peluang yang sangat besar dibandingkan dengan kekuatan yang mengalami penurunan, walaupun demikian situasi tetap pada kuadran I. Hal tersebut menunjukkan situasi di mana Dinas Kebersihan mempunyai peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang digunakan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif ( Growth Oriented Strategi) yang dapat dilihat pada diagram 3.3 di bawah ini :

Pengelolaan Pelayanan Persampahan Kabupaten Tangerang Kekuatan (S)
6. Komitmen dari pimpinan daerah
7. Akses Peningkatan Pembiayaan
8. Kunatitas SDM
9. Pendistribusian beban kerja
10. Perumusan kebijaksanaan

Peluang (O)
1 Perkembangan Sektor Swasta
2 Pertumbuhan Ekonomi
3 Kesadaran Masyarakat
4 Potensi Obyek Sampah Strategi SO

1. Mempertegas komitmen dari pimpinan daerah terhadap pengelolaan persampahan dalam upaya optimalisasi pemungutan retribusi pelayanan persampahan.
2. Penggalian potensi obyek pelayanan persampahan.
1.

Berdasarkan analisis di atas maka pemungutan pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang untuk tahun 2000 dan tahun-tahun yang akan datang dapat optimal.


BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data serta pembahasannya, dapat disampaikan kesimpulan hasil penelitian sebagai berikut .
1 Analisis potensi obyek retribusi pelayanan persampahan memperlihatkan bahwa potensi obyek pelayanan persampahan di Kabupaten Tangerang pada tahun 2000 cukup besar yaitu sebanyak 107.082 obyek pelayanan sehingga potensi retribusi pelayanan persampahan mengalami peningkatan sebesar Rp3,8 Milyar. Dengan demikian menunjukkan bahwa retribusi pelayanan persampahan masih sangat layak ditangani Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang karena penerimaan dari retribusi ini masih dimungkinkan untuk meningkat.
2 Tingkat efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan persampahan tahun 1997/1998 sebesar 7,45 % naik menjadi 20,73 % pada tahun 2000. Kenaikan ini menunjukkan bahwa tingkat efisiensi mengalami penurunan walaupun penurunan tersebut relatif kecil karena masih mendekati 0 %. Maka dengan mengacu pendapat Devas(1989) dapat dikatakan bahwa tingkat efisiensi pengelolaan retribusi pelayanan persampahan cukup tinggi.
3 Tingkat efektivitas pengelolaan retribusi pelayanan persampahan tahun 2000 berdasarkan potensi obyek pelayanan sebesar 5 % dan berdasarkan hasil perhitungan Dinas Kebersihan mencapai 81 %. Dengan kata lain potensi tahun 2000 masih sangat rendah sehingga tidak tercapai dengan baik, walaupun target yang ditetapkan oleh Dinas Kebersihan sangat tinggi.
4 Analisis kecukupan memperlihatkan bahwa biaya investasi tanpa biaya gudang dan biaya alternatif sewa diperlukan sebesar Rp25 Milyar dan biaya operasional dan pemeliharaan sebesar Rp8,7 Milyar untuk mengangkut timbulan sampah sebesar 3.862,395 m3/hari. Dari hasil perhitungan biaya operasional dan pemeliharaan dapat diperkirakan pendapatan pengelolaan sampah berdasarkan target rertibusi pelayanan persampahan sebesar Rp(4,9) Milyar. Kekurangan pendapatan ini disebabkan biaya penyusutan sebesar Rp5 Milyar melebihi biaya operasional sebesar Rp3,7 Milyar, dengan demikian diharapkan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang mampu mengoptimalkan pelayanan persampahan.
5 Analisis SWOT baik sebelum pembobotan (keadaan awal) maupun setelah pembobotan memperlihatkan situasi berada di kuadran I. Dalam situasi ini sangat menguntungkan di mana pemerintah daerah memiliki peluang dan kekuatan. Strategi yang perlu dilakukan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang agresif (Growth Oriented Strategy) dengan menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang yang ada.
Jadi pada intinya Kabupaten Tangerang pada Tahun 2000 memiliki potensi retribusi pelayanan persampahan/kebersihan sebesar Rp3,8 milyar, tambahan alokasi anggaran pengelolaan persampahan sebesar Rp33,7 milyar, dan strategi yang dilakukan Growth Oriented Strategy sehingga optimalisasi pemungutan retribusi pelayanan persampahan/kebersihan dapat tercapai.

4.2 Saran-Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, dapat disampaikan beberapa saran sebagai berikut .
1 Kabupaten Tangerang memiliki potensi obyek pelayanan persampahan yang cukup besar, maka upaya yang harus dilakukan untuk menggali potensi tersebut adalah adanya sosialisasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan persampahan bahwa untuk mendapatkan hidup yang sehat dan lingkungan yang bersih dibutuhkan biaya, maka hasil dari pemungutan tersebut Dinas Kebersihan akan berusaha mengoptimalkan pelayanan persampahan.
2 Keseriusan komitmen antara pimpinan daerah sebagai pengambil keputusan agar dapat memperhatikan dan memprioritaskan anggaran pengelolaan persampahan baik alokasi biaya rutin maupun alokasi biaya pembangunan, dalam upaya memperbaiki kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Hal ini untuk memperluas jangkauan dan memperbaiki kualitas layanan yang nantinya diharapkan kesadaran masyarakat mengenai pembayaran meningkat.