CONTOH Usulan Penelitian untuk Tesis S-2

PENGARUH PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH
TERHADAP LABA PT BANK PEMBANGUNAN DAERAH
PROVINSI SUMATERA SELATAN



1. Latar Belakang
1.1. Perumusan Masalah

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, maka pemberian otonomi secara utuh ditujukan pada daerah Kabupaten dan Kota. Sedangkan pemberian kedudukan provinsi sebagai daerah otonom dan sekaligus sebagai wilayah administrasi dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut ;

1. Untuk memelihara hubungan yang serasi antara pusat dan daerah dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia
2. Untuk menyelenggarakan otonomi daerah yang bersifat lintas daerah kabupaten dan daerah kota serta melaksanakan kewenangan otonomi daerah yang belum dapat dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan daerah Kota
3. Dan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan tertentu yang dilimpahkan dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi.

Guna mendukung penyelenggaraan otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab kepada Pemerintah Daerah yang secara proporsional, diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah dilaksanakan atas dasar desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Sedangkan sumber pembiayaan pelaksanaan desentralisasi terdiri atas PAD, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan daerah yang sah. Berdasarkan pasal 79 UU No. 22 Tahun 1999, bahwa sumber penerimaan daerah terdiri atas :
1. Pendapatan Asli Daerah, yaitu :
a. hasil pajak Daerah
b. hasil retribusi Daerah
c. hasil perusahan milik Daerah
d. pendapatan asli Daerah yang sah lainnya
2. dana perimbangan
3. pinjaman Daerah, dan
4. pendapatan Daerah yang sah lainnya.

Sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) seperti tersebut di atas, merupakan sumber keuangan daerah yang digali dari dalam wilayah yang bersangkutan. Dengan demikian, sumber penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) akan menjadi tulang punggung pembiayaan pembangunan di daerah. Untuk itu, pemerintah daerah harus benar-benar mengupayakan secara optimal untuk menggali semua potensi yang dimiliki dan meningkatkan penerimaan PAD nya.

Salah satu sumber penerimaan PAD yang sebenarnya cukup potensial adalah penerimaan dari laba BUMD. Selama ini keberadaan perusahaan daerah tersebut belum dapat memberikan kontribusi yang wajar. Hal tersebut hampir diseluruh daerah menjadi permasalahan, dan apabila dibandingkan dengan penerimaan PAD lainnya, maka penerimaan laba perusahaan daerah masih relatif lebih kecil. Hal ini dapat terlihat pada tabel berikut :

Tabel 1
Komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD)
No. U r a i a n Tahun 1997/1998 Tahun 1998/1999
Jumlah Proporsi % Jumlah Proporsi %
1. Pajak Daerah 3.718,37 79,99 2.533,04 81,69
2. Retribusi Daerah 687,38 14,79 256,89 8,32
3. Bagiana Laba BUMD 90,27 1,94 65,12 2,99
4. Penerimaan lain-lain 152,27 3,28 245,88 5,10
Total PAD 4.648,29 100,00 3.100,93 100,00
Seluruh Provinsi di Indonesia Tahun 1997/1998 dan 1998/1999
Sumber : Nota Keuangan 2000 (dalam miliyaran rupiah)

Dalam era Otonomi Daerah, penerimaan laba dari perusahaan daerah merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup potensial untuk dikembang, terutama keberadaan Bank Pembangunan Daerah sebagai salah satu BUMD milik pemerintah daerah. Untuk dapat memberdayakan Bank Pembangunan Daerah di Provinsi Sumatera Selatan yang perlu mendapat perhatian adalah masalah keuangan, personalia dan pengawasan.

Keberadaan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan sebagai salah satu BUMD milik pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan, sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1962, dengan tujuan untuk mengembangkan pertumbuhan ekonomi daerah Provinsi Sumatera Selatan dengan jalan membantu membiayai usaha-usaha/proyek-proyek pembangunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Keberadaan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan tersebut, telah mengalami beberapa kali penyempurnaan yaitu berdasarkan :

1. Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1981, tentang Bank Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.
2. Peraturan Daerah Nomor 21 Tahun 1984, tentang perubahan pertama Peraturan Daerah Nomor 9 Tahun 1981, tentang Bank Pembangunan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Selatan.
3. Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1993 status Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan diatur dan disesuaikan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, tentang Perbankan.

Bank Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), mempuyai kegiatannya adalah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (pasal 1 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998). Untuk dapat memberikan pelayan tersebut tentunya Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan harus memiliki permodalan yang cukup kuat.

Guna mendukung kelancaran aktivitas Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 1993, Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan harus menyertakan modalnya sebesar Rp. 40.000.000.000,00 namun sampai dengan Desember 1999 baru menyertakan modalnya sebesar Rp. 24.992.000.000,00 (dua puluh empat milyar sembilan ratus sembilan puluh dua juta rupiah). Sedangkan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota di Provinsi Sumatera Selatan ditetapkan untuk menyertakan modalnya sebesar Rp. 40.000.000.000,00 namun sampai dengan Desember 1999 baru menyetorkan modalnya sebesar Rp. 31.809.500.000,00.

Kondisi Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan saat ini telah memiliki 10 kantor cabang, 8 kantor cabang pembantu, 3 kantor kas dan 10 payment point samsat yang tersebar di seluruh ibukota Kabupaten/Kota dan Kecamatan. Hal ini yang memungkinkan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dapat memberikan pelayanan keuangan kepada masyarakat di daerah Provinsi Sumatera Selatan.

Sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2000 Provinsi Sumatera Selatan (pasal 17) menyebutkan bahwa laba bersih setelah dipotong pajak dan disahkan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), pembagiannya ditetapkan sebagai berikut :

a. Deviden untuk pemegang saham 50 %
b. Dana Pembangunan Daerah 10 %
c. Dana Cadangan Umum 15 %
d. Dana Cadangan Tujuan 10 %
e. Dana Kesejahteraan 7,5 %
f. Dana Jasa Produksi 7,5 %

Besarnya dividen yang harus disetor pada Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan tentunya akan mempengaruhi besarnya permodalan Bank. Hal ini berarti bahwa semakin besar jumlah dividen yang harus dibayar pada pihak pemerintah daerah akan semakin kecil laba yang ditahan untuk menambah modal. Dengan ditetapkannya pembagian laba bersih tersebut tentunya akan dapat mempengaruhi kemampuan keuangan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dalam memenuhi misi yang diembannya, baik sebagai salah satu sumber PAD maupun sebagai sarana pengembang perekonomian di Daerah.

Dengan melihat besarnya jumlah modal yang telah disetorkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Selatan tersebut di atas, tentunya diharapkan penerimaan laba dari perusahaan daerah akan terus meningkat setiap tahunnya dan dapat memberikan kontribusi yang wajar pada penerimaan PAD. Yang menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah Provinsi Sumatera Selatan bahwa hasil laba dari Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dianggap belum memberikan kontribusi yang wajar terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Namun disisi lain bagi pihak Bank Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan yang menjadi permasalaan adalah besarnya jumlah modal yang disetor oleh Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota belum sepenuhnya. Untuk itulah dalam penelitian ini penulis tertarik untuk meneliti dan mengkajinya.

1.2. Keaslian Penelitian.

Dalam penelitian ini mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan (Iswardono S.P dan Darmawan, JEBI 2000, Volume 15, nomor 1), dengan judul Analisis Efisiensi Industri Perbankan di Indonesia, mengacu pada konsep efisiensi dan dianalisis menggunakan pendekatan profit function. Asumsi yang mendasari formulasi pendekatan keuntungan adalah perusahaan berusaha memaksimalkan laba, berperilaku sebagai price taker, dan memiliki faktor produksi concave pada variabel input. Dengan menggunakan data panel Tahun 1991 – 1996 yang bersumber dari data sekunder, meliputi data tentang rugi/laba dan pendapatan seluruh Bank Devisa.

Berdasarkan hasil pengujian empiris dan pembahasan terhadap efisiensi industri perbankan nasional menyimpulkan bahwa usaha perbankan yang diteliti secara umum memiliki koefisien teknologi yang positif. Hal ini mengindikasikan bahwa teknologi berproduksi yang terkandung dalam setiap sumber daya yang digunakan, misalnya peningkatan kalitas sumber daya manusia dan pemanfaatan alat elektronik pada perbankan telah meningkatkan efisiensi usaha.

Selanjutnya dalam penelitian yang dilakukan (Jogiyanto Hartono dan Chendrawati, GMIJB, Volume 1, Nomor 1), dengan judul ROA and EVA : A Comparative empirical Study, hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa ROA menunjukkan ukuran kinerja yang lebih baik dibandingkan EVA, hal ini sesuai dengan hasil analisis regresi yang dilakukan Dodd dan Chen (1996). Dimana ROA mempunyai hubungan korelasi tertutup dari pada EVA didalam menghitung tingkat pengembalian.

Sedangkan menurut hasil penelitian yang dilakukan (Nur Fadjrih Asyik dan Soelistyo, JEBI, 2000, Volume 15 Nomor 3), dengan judul Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memprediksi Laba, dengan mengembangkan model yang berdasarkan pada Ou dan Penman (1989), Ou (1990) , dan Penman (1991), menyimpukan bahwa dari kelima rasio yang signifikan (DIV/NI, S/TA, LTD/TA, NI/S, dan INPPE/TU), rasio DIV/NI yang dapat membedakan paling banyak sedangkan INPPE/TU yang membedakan yang paling sedikit.

Disamping itu acuan lain dalam penelitian ini adalah hasil penelitian mengenai penyertaan modal Pemda pernah dilakukan oleh Hendriwan (Tesis MEP, 1998). Penelitiannya dilakukan pada Bank Perkreditan Rakyat Kotamadya Bandar Lampung dengan alat analisis korelasi guna melihat apakah ada hubungan antara besarya penyertaan modal Pemda terhadap kinerja Bank. Sedangkan Zaidirina (Tesis MEP, 1999) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laba Bank Pembangunan Daerah Lampung dengan pendekatan model koreksi kesalahan (ECM).

Mengacu pada beberapa penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini merupakan replikasi dari kontruksi yang terdapat pada penelitian tersebut. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada ; daerah penelitian, periode waktu penelitian, data yang digunakan dan mengganti serta menambahkan variabel penyertaan modal Pemda yang digunakan dalam penelitian Hendriwan ke dalam model yang digunakan Zaidirina dan tetap menggunakan pendekatan model koreksi kesalahan (ECM). Dengan demikian penelitian ini dapat dijamin keasliannya.

1.3. Faedah yang dapat diharapkan.

1. Sebagai bahan masukan khususnya bagi Pemda Propinsi Sumatera Selatan dan Manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
2. Sebagai bahan masukan bagi BUMD lainnya dilingkungan Pemda Sumatera Selatan.
3. Sebagai literatur dan acuan bagi penelitian lebih lanjut.

2. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah :
1. menganalisis faktor - faktor apa saja yang mempengaruhi laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
2. untuk mengukur pengaruh penyertaan modal Pemda terhadap kemampuan keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dalam meningkatkan laba usaha

3. Tinjauan Pustaka

Perusahaan Daerah didirikan berdasarkan UU No. 5 Tahun 1962 dan modalnya untuk seluruhnya/sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan. Bank Pembangunan Daerah merupakan salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk pinjaman kredit dan bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (pasal 1 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998).

Sebagai Bank Umum, Bank Pembangunan Daerah mengkhususkan diri untuk melaksanakan kegiatan tertentu atau memberikan perhatian yang lebih besar pada kegiatan tertentu. Usaha Bank Umum meliputi (pasal 6 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998), adalah sebagai berikut :

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat depositi, tabungan atau bentuk lainnya yang disamakan dengan itu.
b. Memberikan kredit
c. Memberikan surat pengakuan utang
d. Membeli, menjual, atau menjamin atas resiko sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
e. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
f. Menempatkan dana pada, meminjamkan dana dari, atau meminjamkan dana pada Bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel, cek atau sarana lainnya
g. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
h. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
i. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
j. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di dalam bursa efek
k. Membeli surat pelelangan agunan baik semua maupun sebagian dalam hal debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya
l. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit, dan kegiatan wali amanat
m. Menyediakan pembiayaan dan/atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
n. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh Bank sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 tersebut, Bank Umum dapat pula melakukan kegiatan (pasal 7 UU Perbankan No. 10 Tahun 1998) sebagai berikut ;

a. melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank antara perusahaan lain dibidang keuangan seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atas kegagalan dalam pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaan modalnya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
d. bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku

Penyertaan modal Pemerintah Daerah pada Bank Pembangunan Daerah dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat dalam hal keuangan dan disamping itu untuk meningkatkan pendapatan daerah. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian sebelumnya dinyatakan bahwa penerimaan daerah dari laba BUMD masih relatif kecil dibandingkan dengan penerimaan daerah lainnya.

Pengertian modal setor adalah dana yang benar-benar telah disetor ke dalam Bank, yang merupakan selisih antara modal dasar Bank dengan modal yang belum disetor, menurut Browing (1979 ; 423), modal dibagi menjadi 2 yaitu ; (1) bantuan bersyarat (conditional grants), (2) bantuan tidak bersyarat (unconditional grants), sedangkan menurut Musgrave (1993 ; 538), menggolongkan modal menjadi 4 kelompok yaitu ; (1) bantuan yang sesuai (matching grants), (2) bantuan yang tidak sesuai (unmaching grants), (3) bantuan umum (general grants), (4) bantuan selektif (selective grants).

Perusahaan Daerah sebagai salah satu komponen Pendapatan Asli Daerah selama ini keberadaannya belum mampu menjadi tulang punggung penerimaan daerah, hal ini tercermin pada kecilnya laba bersih yang dihasilkan perusahaan daerah. Menurut Saragih ( lihat Rayanto, 1997 ; 100), secara ideal kontribusi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mestinya melebihi porsi penerimaan retribusi daerah sehingga jika daerah ingin memacu pertumbuhan ekonominya, penerimaan laba dari BUMD mutlak harus ditingkatkan.

Salah satu tolak ukur dalam pengembangan perusahaan daerah adalah bahwa suatu perusahaan daerah harus mampu menebus seluruh biaya yang telah dikeluarkan dan bahkan memperoleh surplus, dengan demikian perusahaan daerah diharapkan menjadi sumber penerimaan daerah dan bukannya menguras penerimaan pemerintah (Devas, 1989 ; 112).

Smirlock melakukan studi terhadap perbankan di Amerika Serikat menyatakan bahhwa variabel pangsa pasar berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROA dan ROE (lihat Brata, 1997 a , halaman 80), menurutnya pangsa pasar yang meningkat akan berpengaruh positif terhadap efisiensi perbankan sehingga kemampuan bank untuk mencetak laba juga akan meningkat. Sedangkan hasil studi Kaparakis, dkk, menemukan inefisiensi biaya rata-rata perbankan di Amerika Serikat meningkat secara paralel dengan peningkatan assets dan bank yang agresif dalam menyalurkan kredit juga cendrung meningkat inefisiensi biayanya (lihat Brata, 1997 b, halaman 80).

4. Landasan Teori

Dalam analisis ekonometrika dalam kaitannya dengan pemilihan model yang baik menurut Harvey (1991: 5-6), mengatakan bahwa agar sebuah model empirik dapat dikatagorikan kedalam model yang baik, harus memenuhi syarat :

1. parsimony
Adalah model yang dibentuk disederhanakan sedemikian rupa sehingga hanya variabel-variabel yang dianggap penting dan dipilih yang dimasukkan ke dalam model dan bila model tersebut mencakup sejumlah kecil parameter.
2. identifiability
Model yang baik adalah model yang dapat mengestimasi satu himpunan nilai-nilai parameter yang unik untuk satu himpunan data yang tertentu. Dengan demikian, suatu model yang tidak mempunyai identifiability berarti model tersebut dapat mengestimasi lebih dari satu himpunan nilai parameter yang konsisten dengan data.
3. data coherency
Model yang baik adalah model yang koheren dengan data dalam arti bahwa model tersebut seharusnya cukup mampu menjelaskan. Kriteria ini tidak lain merupakan kriteria keserasian atau goodness of fit dan biasanya didekati dengan menggunakan koefisien determinasi (coefficient of determination) R2 dari suatu regeresi linear.
4. data admissbility
Model yang baik hendaknya tidak mempunyai kemampuan untuk mengprediksi besaran-besaran ekonomi yang menyimpang dari kendala definisi ekonomika.
5. theoreticall consistency
Model yang baik tentu saja model yang konsisten dengan teori ekonomika atau setidak-tidaknya konsisten dengan teori pesaingnya.
6. predictive power
Model yang baik haruslah mempunyai kemampuan untuk mengprediksi di dalam sampel.
7. encompassing
Model yang baik jika dia mampu mengungguli model pesaingnya dalam arti bahwa dia dapat menjelaskan temuan-temuan yang dihasilkan oleh model pesaing.

Selaras dengan pendapat di atas, Hendry dan Ericsson (1991: 20-22) menyebutkan adanya enam kriteria memilih model yang baik yaitu theoreticall consistency, innovation error yang tercermin dalam spesifikasi dinamik, weak exogeneity, parameter constancy, data admissibility dan encompassing. Lebih lanjut, Thomas (1993: 148-151 dan 1997: 361-363) berdasarkan konsep yang dikembangkan oleh Hendry dan Richard (1983) menyebutkan bahwa model yang baik seharusnya : (1) koheren dengan data (data coherency), (2) mempunyai variabel bebas (independent variables) atau variabel penjelas (explanatory variables) yang eksogin (exogenous), (3) mempunya parameter yang konstan (parameter constancy), (4) mempunya admisibilitas terhadap data (data admissibility), (5) konsisten dengan teori ekonomika (consistent with economic theory), (6) mengungguli (encompass) model pesaingnya, dan sederhana (parsimonious).

Dalam analisis ekonometrik, pemilihan model empirik merupakan salah satu langkah yang penting, disamping pembentukan model yang dapat ditaksir, estimasi, pengujian hipotesis, peramalan dan analisis mengenai implikasi kebijakan dari model tersebut ( Insukindro, 1992 b ). Agar suatu model estimasi dapat dipilih sebagai model empirik yang baik dan mempunyai data prediksi serta peramalan dalam sampel, perlu memenuhi syarat-syarat dasar antara lain ; model itu dibuat sebagai suatu persepsi mengenai fenomena ekonomi aktual yang dihadapi dan didasarkan pada teori ekonomika yang sesuai, lolos uji baku dan berbagai uji diagnostik asumsi klasik, tidak menghadapi persoalan regresi lancung dan residu regresi yang ditaksir adalah stasioner.

Guna menghindari kesalahan spesifikasi dalam penelitian ini, maka penulis mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ou dan Penman (1989), Ou (1990), dan Penman (1991), dengan model sebagai berikut :

 Li,t = 0 + IRNLA(I,t) + ei,t …………………… ( 1 )

dimana :
1.  Li,t = perubahan laba perusahaan i pada tahun t
2. o = koefisien konstanta
3. 1 = koefisien variabel independen
4. RNLA(I,t) = adalah rasio neraca,laporan laba/rugi, dan laporan arus kas
perusahaan i pada tahun t
5. ei,t = variabel gangguan perusahaan i pada tahun t

Berdasarkan persamaan di atas, untuk memberikan gambaran apakah faktor-faktor ROE, ROA dan PM dapat mempengaruhi laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan, maka dikembangkan model dinamis sebagai berikut :

 =  ( ROE,ROA, PM ) …………………….…………………… (1)

Dalam bentuk model ekonometrika dapat ditulis :

 = 0 + 1 ROE t + 2 ROA t + 3 PMt +  …………………………(2)

dimana :
 = Laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
ROE = Return on Equity Ratio
ROA = Return on Assets Ratio
PMt = Penyertaan Modal Pemda
0 = Intercept
1 = Koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh variabel ROE
terhadap Laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
2 = Koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh variabel ROA
terhadap laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan.
3 = Koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh variabel penyertaan Modal terhadap laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan

Persamaan (2) mencerminkan hubungan jangka pendek (Short-run) atau ketidakseimbangan yang meliputi nilai aras dan kelambanan variabel , ROE, ROA, dan PM. Permasalahan utama dalam mengestimasi persamaan (2) berkaitan dengan aras variabel ( level of variable ) yang mungkin tidak stasioner, jika aras variabel tidak stasioner, maka estimasi persamaan (2) dengan menggunakan metode OLS (ordinary least squares) atau regresi klasik dapat menyebabkan munculnya regresi lancung atau spurious regression (Thomas, 1997: 162 dan Insukindro, 1998: 5).

Untuk menghindari seperti permasalahan di atas, maka persamaan (2) dikembangkan menjadi model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model – ECM), sebagai berikut :

 = 0 + 1ROEt + 2ROAt + 3PMt + 4ROEt-1 +
5 ROAt-1 + 6 PMt-1 + 7 ECT …………… (3)

Pendekatan Model Koreksi Kesalahan (ECM), secara umum dapat dikatakan bahwa ECM sering dipandang sebagai salah satu model dinamik yang sangat terkenal dan banyak diterapkan dalam studi empirik, terutama sejak kegagalan model penyesuaian parsial (Partial Adjustment Model = PAM) dalam menjelaskan prilaku dinamik permintaan uang berdasarkan konsep pendekatan penyangga.

ECM dikatatakan relatif lebih unggul bila dibandingkan dengan PAM, misalnya karena kemampuan yang dimiliki oleh ECM dalam meliput lebih banyak variabel dalam menganalisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang dan mengkaji konsisten tidaknya model empirik dengan teori ekonomika, serta dalam usaha mencari pemecahan terhadap persoalan variabel runtun waktu yang tidak stasioner (non stasionary) dan regresi lancung (spurious regression) atau korelasi lancung (spurious correlation).

5. Hipotesis

Berdasarkan permasalahan dan tujuan yang dikemukakan di atas, maka dalam penelitian ini dapat ditarik hipotesis sebagai berikut ;

1. Adanya penyertaan modal Pemda akan berpengaruh positif terhadap peningkatan laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan.
2. Besar kecilnya ratio ROE, ROA, dan PM akan berpengaruh positif terhadap laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan.

6. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan data sekunder berupa runtun waktu (time series) dengan pengamatan data mulai tahun 1980 sampai dengan tahun 1999. Variabel pengamatannya meliputi :

1) Laba PT Bank Pembanguna Daerah Sumatera Selatan
2) Return on Equity ratio (ROE)
3) Return on Assets ratio (ROA)
4) Penyertaan Modal Pemda (PM)

Untuk sumber datanya diambil dari Biro Bina Perekonomian Setwilda Tingkat I Sumatera Selatan, PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan, dan Biro Keuangan Setwilda Tingkat I Sumatera Selatan. Untuk memperkuat analisis ini dilakukan juga pengambilan data primer berdasarkan data laporan keuangan dan laporan R/L dari PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan yang telah diolah, serta dilakukan wawancara dengan beberapa pejabat/pihak yang terkait.

6.1 Alat Analisis

Dalam melakukan analisis dan pembahasan digunakan metode analisis kuantitatif, dan analisis ekonometrika sebagai berikut :

a. Analisis Kuantitatif
Dalam analisis kinerja digunakan perhitungan-perhitungan profitabilitas dan likuiditas terhadap laporan keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan yang meliputi analisis ratio :
1) Profitabilitas :
Alat ini digunakan untuk mengukur kemampuan PT Bank Pembangunan daerah Sumatera Selatan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu.
a. Return on Assets ratio (ROA)
Ratio ini menunjukkan kemampuan PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan untuk mengoperasikan harta/modalnya dalam mencari keuntungan, semakin tinggi ROA ratio maka semakin sehat rentabilitasnya.

b. Operational Cost ratio
Ratio ini menunjukkan kemampuan manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dalam mengendalikan biaya operasionalnya, semakin kecil rationya semakin baik.
c. Return on Equity ratio
Ukuran ini merupakan ukuran penting bagi pemegang saham, karena dapat mengukur kemampuan manajemen PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dalam memperoleh laba. Ratio ini adalah perbandingan antara laba dengan modal sendiri, semakin besar rationya semakin tinggi nilai kesehatannya, sehingga akan memberikan hasil bagi pemegang saham.

2) Likwiditas :
Merupakan teknik untuk mengukur kemampuan PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus segera dibayar, dengan rumus Quick ratio :

b. Analisis Ekonometrika
Untuk melakukan pengkajian terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan, penulis mencoba merumuskan suatu model dinamik sebagai berikut :

 =  ( ROE, ROA, PM ) …………………………… (1)

Dalam bentuk model ekonometrika dapat ditulis :

 = 0 + 1 ROE t + 2 ROA t + 3 PMt +  ……………....(2)

dimana :
 = Laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
ROAt = Return on Assets ratio
ROEt = Return on equity ratio
PMt = Penyertaan Modal Pemda
0 = Intercept
1 = Koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh
variabel return on Assets ratio terhadap Laba
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan
2 = Koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh
variabel Return on equity ratio terhadap laba
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan.
3 = Koefisien regresi yang menggambarkan pengaruh
variabel Penyertaan Modal Pemda terhadap laba
PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan.

Dari model tersebut di atas dikembangkan menjadi model Koreksi Kesalahan (Error Correction Model – ECM), sebagai berikut :

 = 0 + 1ROEt + 2ROAt + 3PMt + 4ROEt-1
+5 ROAt-1 + 6 PMt-1 + 7ECT ………... .. .. ………… (3)

Dengan menerapkan model koreksi kesalahan (ECM) pada model laba PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan sebagai variabel dependen, sedangkan variabel independen ROE, ROE dan Penyertaan Modal Pemda, dimaksudkan untuk bisa melihat pengaruh dinamik jangka pendek dan jangka panjang dari pada variabel independen terhadap variabel dependen, disamping juga digunakan beberapa uji asumsi Klasik untuk menerapkan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan data time series menggunakan sofware Micro TSP versi 7.0.

Pengujian terpenting dari model ini adalah pada variabel ECT, jika nilai th signifikan maka dikatakan bahwa model ECM benar (dapat digunakan) dan jika koefisien regresi ini tidak signifikan berarti spesifikasi model perlu ditinjau kembali, karena adanya kemungkinan kesalahan spesifikasi dan kemungkinan residualnya tidak stasioner.

7. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian selengkapnya terlihat dalam tabel ini.







Dafar Pustaka

Andriyanto, 1998, “Penilaian Tingkat Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN)”, Antisipasi, Vol. 2 Nomor : 1, Halaman : 135 – 159.

Bank Pembangunan Daerah Sumatera Selatan, 1999, “Laporan Keuangan”.

Gujarati, DN. , 1999, “Essentials of Econometrics”, McGraw – Hill, Inc

Halim, Abdul, 1999, “Aplikasi Model Koreksi Kesalahan, Analisis Ekonometrika Runtun Waktu dengan Bukti Empiris pada Manajemen Kas”, Jurnal Manajemen, Ekonomi, dan Bisnis, Vol. 3 Nomor 1, Edisi April 1999.

Harvey, A.C, 1990, “The Economic Analisys of Time Series, Philip Allan”.

Hendry, D.F and N.R. Ericsson, 1991 , “ An Econometric Analisys of UK Money
Demand in Monetary Trends in United States and The United Kingdom”, By M. Friedman and A.J. Schwartz”, American Economic Review, 81 : 8 – 38.

Insukindro, 1999, “Pemilihan Model Ekonomi Empirik dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI), Vol. 14 Nomor 1, Halaman : 1 – 8

Iswardono dan Darmawan, 2000, “Analisis Efisiensi Industri Perbankan di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI), Volume : 15 Nomor : 1 Halaman : 1 – 13.

Jogiyanto H dan Chendrawati, 1999, “ROA and EVA : A Comparative Empirical Study”, Gadjah Mada International Journal of Business (GMIJB), Volume 1 Nomor 1, halaman 45 – 54.

Machfoedz, M, 1994, “Financial Ratio Analisys and The Prediction of Earnings Changes in Indonesia”, Kelola, Nomor 7 : 114 – 137

Masyhud Ali, 2000, “Memberdayakan Bank, Menggairahkan Sektor Riil, Info Bank”, Edisi Agustus Nomor : 252/2000, Halaman : 30 – 31

Muljono, Teguh Pudjo, 1988, “Analisis Keuangan untuk Perbankan, Jambatan”, Jakarta, 1988.

Munawir, 1996, “Analisis Laporan Keuangan”, Edisi IV, Liberty, Yogyakarta.


Nur Fadjrih dan Soelistyo, 2000, “Kemampuan Rasio Keuangan dalam Memperediksi Laba”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia (JEBI), Volume : 15 Nomor : 3, Halaman : 313 – 331.

Ou, J.A and Penman, S.H, 1989, “Financial Statement Analisys and Prediction of Stock Return”, Journal of Accounting and Economic, 11 : 295 – 329.

Ou, J.A, 1990, “The Information Content of Nonearnings Accounting Numbers as Earning Predictors” , Journal of Accounting Research (Spring) : page : 144 - 162
Penman, S.H. , 1992, “Financial Statement Information and The Pricing of Earnings Changes”, Journal of AccountingReview (July) : 563 – 577

Thomas, R.L, 1993, “Introductory Econometric : Theory and Aplication”, Longman Group UK Limited.

Thomas, R.L, 1997, “Modern Econometric : An Introduction”, Addision – Wisley Longman.

Sartono, R, 1996, “Manajemen Keuangan”, Edisi III, BPFE, Yogyakarta.

Siamat, Dahlan, 1993, “Manajemen Bank Umum”, Intermedia, Jakarta.

Suyatno, Thomas, 1996, “Kelembagaan Perbankan”, Edisi II, Cetakan VIII, Gramedia – STIE Perbanas Jakarta.